ANTI PEMIMPIN PENDUSTA DAN ZALIM.


AHMAD BAHAROM CREATION.


1AQIDAH: ALLAH DIDAHULUKAN, RASULULLAH DIUTAMAKAN..... "Terimalah sedikit kesusahan dunia yang sementara,dalam menegakkan kebenaran untuk terlepas daripada kesusahan Akhirat yang berkekalan"


Lawati page dan group ABC di Facebook.

1. Ahmad Baharom Commantary https://www.facebook.com/ahmad.baharom.9
2. Ahmad Baharom Collections https://www.facebook.com/AhmadBaharomCreation/
3. Anti Pemimpin Pendusta, Mungkar dan Zalim https://www.facebook.com/AhmadBaharomCreation2/
4. ABC Conflicts News https://www.facebook.com/AhmadBaharomCreation3/
5. Agama Bangsa Cemerlang https://www.facebook.com/groups/ahmadbaharom62/

Dan beberapa group yang boleh dikenali dengan ABC.

BLOG INI ADALAH BERKAITAN AGAMA DAN POLITIK.
Tulis Carian Anda didalam line putih dibawah


1AQIDAH: ALLAH DIDAHULUKAN, RASULULLAH DIUTAMAKAN..... "Terimalah sedikit kesusahan dun

Wednesday, 28 January 2015

KHAWARIJ SALAH FAHAM

Khawarij salah paham
21 Juli 2013 oleh mutiarazuhud
Khawarij tidak hanya berlaku pada pemberontak

Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamim An Najdi adalah orang-orang yang menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) sehingga disebut juga dengan khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.

Mereka menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) karena salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/07/09/butuh-penunjuk/

Mereka bertanya bukankah khawarij berlaku bagi orang-orang yang melakukan pemberontakan pada khalifah yang sah sebagaimana yang terjadi pada masa kekhalifahan Sayyidina Ali ra, sedangkan masa kini boleh dikatakan tidak ada kekhalifahan lagi.

Memang pada masa kekhalifahan sayyidina Ali ra , kaum khawarij melakukan pemberontakan terhadap khalifah Sayyidina Ali ra namun yang menjadi permasalahan adalah mereka melakukan pemberontakan karena salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah dan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dikatakan sebagai orang-orang yang membaca Al Qur’an namun tidak melewati kerongkongannya (tidak mempengaruhi hatinya) yakni orang-orang setelah membaca Al Qur’an namun berakhlak buruk seperti sombong, merendahkan, mencela, membenci, menyerang, memerangi bahkan membunuh kaum muslim lainnya yang dituduh musyrik atau dituduh berhukum dengan selain hukum Allah.

Kaum khawarij pada masa kekhalifahan sayyidina Ali ra salah memahami firman Allah ta’ala seperti yang artinya “Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (QS Al Maidah [5]:44)

Oleh karena kesalahpahaman mereka sehingga menuduh Khalifah Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang melakukan perjanjian ( tahkim / arbitrase ) dengan Muawiyah Ibnu Abi Sufyan telah kafir karena berhukum dengan thagut, berhukum dengan selain hukum Allah.

Abdurrahman ibn Muljam adalah seorang yang sangat rajin beribadah. Shalat dan shaum, baik yang wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan rata-rata orang di zaman itu. Bacaan Al-Qurannya sangat baik. Karena bacaannya yang baik itu, pada masa Sayyidina Umar ibn Khattab ra, ia diutus untuk mengajar Al-Quran ke Mesir atas permintaan gubernur Mesir, Amr ibn Al-’Ash.

Namun, karena ilmunya yang dangkal, sesampai di Mesir ia malah terpangaruh oleh hasutan (ghazwul fikri) orang-orang Khawarij yang selalu berbicara mengatasnamakan Islam, tapi sesungguhnya hawa nafsu yang mereka turuti. Ia pun terpengaruh. Ia tinggalkan tugasnya mengajar dan memilih bergabung dengan orang-orang Khawarij sampai akhirnya, dialah yang ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Imam Sayyidina Ali ra.

Jadi orang yang rajin beribadah, bacaan Al Qur’annya sangat baik seperti Abdurrahman ibn Muljam tidak menjamin bahwa orang tersebut dapat memahami Al Qur’an dan as Sunnah dengan baik pula.

Orang-orang yang menuduh muslim lainnya sebagai telah berhukum dengan selain hukum Allah, pada umumnya adalah orang-orang yang memahami Al Qur’an dan As Sunnah dari sudut arti bahasa dan istilahnya saja atau memahaminya selalu berpegang pada nash secara dzahir (makna dzahir).

Mereka kurang memperhatikan ilmu-ilmu untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah seperti ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) ataupun ilmu fiqih maupun ushul fiqih dan lain lain sehingga mereka akan dapat sesat dan menyesatkan.

Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abu Uwais berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan (HR Bukhari 98)

Contohnya dengan memperhatikan asbabun nuzul (riwayat turunnya ayat) dari (QS Al Maidah [5]:44) maka kita akan mengetahui maksud atau tujuan dari ayat itu sebenarnya. Oleh karenanya Sayyidina Ali ra berkata “kalimatu haqin urida bihil batil” (perkataan yang benar dengan tujuan yang salah) ketika menanggapi semboyan kaum khawarij pada waktu itu yakni “La hukma illah lillah”, tidak ada hukum melainkan hanya dari Allah.

Al-Imam Ahmad dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dan beliau menyebutkan sebab turunnya ayat ini:

“Allah Ta’ala menurunkan ayat ini berkenaan tentang dua kelompok di kalangan Yahudi di masa jahiliyyah, di mana salah satu kelompok telah menguasai yang lainnya sehingga mereka ridha…”

Imam Abu Abdillah Al-Qurthubi rahimahullah (wafat 671 H) berkata : “Adapun seorang muslim dia tidak dikafirkan walaupun melakukan dosa besar. Di sini ada yang tersembunyi, yaitu siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah subhanahu wata’ala turunkan yakni menolak Al-Quran dan menentang ucapan Rasul shalallahu ‘alaihi wasallam maka dia kafir. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Mujahid. Maka ayat ini umum dalam hal ini.

Dari Anas radhiyallahuanhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Tiga hal merupakan pokok iman ; menahan diri dari orang yang menyatakan Tiada Tuhan kecuali Allah. Tidak memvonis kafir akibat dosa dan tidak mengeluarkannya dari agama Islam akibat perbuatan dosa ; Jihad berlangsung terus semenjak Allah mengutusku sampai akhir ummatku memerangi Dajjal. Jihad tidak bisa dihapus oleh kelaliman orang yang lalim dan keadilan orang yang adil ; dan meyakini kebenaran takdir”.

Jadi yang dimaksud tidak berhukum dengan apa yang Allah subhanahu wa ta’ala turunkan adalah bagi orang yang menolak Al-Quran dan menentang ucapan Rasululullah shalallahu ‘alaihi wasallam yakni kaum non muslim.

Sehingga kaum muslim boleh berhukum dengan hukum buatan manusia seperti perjanjian ( tahkim / arbitrase ) selama isi perjanjian tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.

Firman Allah pada (QS Al Maidah [5]:44) adalah ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir.

Salah satu ciri khas dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamim An Najdi atau kaum khawarij adalah suka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir untuk menyerang kaum muslim

Abdullah bin Umar ra dalam mensifati kelompok khawarij mengatakan: “Mereka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir lantas mereka terapkan untuk menyerang orang-orang beriman”.[Lihat: kitab Sahih Bukhari jilid:4 halaman:197]

Ciri khas lainnya dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamim An Najdi atau kaum khawarij telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/16/ciri-khas/

Pada masa sekarang tampaknya bermunculan pula orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamim An Najdi atau kaum khawarij yakni orang-orang yang suka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir untuk menyerang kaum muslim.

Contohnya orang-orang yang meneladani dan mengikuti pemahaman atau ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab.

Mereka mencela kaum muslim sebagai penyembah kuburan dan diberikan julukan kuburiyyun sebagaimana contohnya yang dapat kita ketahui dari syarah Qawa’idul ‘Arba karya Muhammad bin Abdul Wahhab yang ditulis oleh Sholih Fauzan Al-Fauzan pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2012/03/pemahaman-tauhid-maw.pdf

Mereka berdalilkan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir seperti contohnya firman Allah ta’ala yang artinya, “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS Az Zumar [39]:3)

“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya” maksudnya bahwa kaum musyrik menjadikan menyembah berhala (menyembah selain Allah) sebagai sarana (wasilah) untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Kemudian ditegaskan bahwa mereka menyembah selain Allah dengan alibi (alasan) sebagai sarana (wasilah) untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah sebuah kedustaan belaka atau alasan yang dibuat-buat, sebagaimana yang dapat kita ketahui dari bagian akhir firmanNya yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS Az Zumar [39]:3).

Sedangkan kaum muslim yang bertawassul dengan Rasulullah shallallahu alaih wasallam yang sudah wafat atau dengan orang alim yang sudah wafat misalnya sama sekali tidak menyembahnya. Tetapi ia mengetahui bahwa mereka memiliki keistimewaan di sisi Allah dengan memiliki ilmu. Lalu ia bertawassul dengannya karena keistimewaannya tersebut.

Begitupula kaum muslim yang berziarah kubur sambil berdoa kepada Allah di sisi kuburan atau berdoa kepada Allah dengan bertawassul kepada ahli kubur yang telah meraih manzilah (maqom atau derajat) disisiNya adalah beribadah kepada Allah bukan meminta pertolongan atau menyembah atau beribadah kepada ahli kubur.

Kaum muslim sangat paham dan sangat yakin bahwa yang mengabulkan doa mereka dan memberikan pertolongan hanyalah Allah Azza wa Jalla bukan ahli kubur atau bukan pula orang yang ditawassulkan.

Silahkan baca studi kasus para peziarah kubur pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2012/10/studi-kasus-ziarah-kubur.pdf tidak ada satupun yang menyembah kuburan.

Silahkan saksikan penjelasan yang cukup lengkap dalam bentuk video pada http://www.youtube.com/watch?v=lDXulIV6q4k dari buya Yahya tentang fitnah terhadap tawassul, ziarah kubur, larangan “menjadikan kuburan sebagai masjid”, fitnah mengelilingi kuburan atau fitnah tawaf di kuburan dan upaya pemalsuan kitab terkait dengan ziarah kubur oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Prof. DR. Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani dalam https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2011/12/paham_yang_harus_diluruskan.pdf mengatakan

****** awal kutipan *******
Ketahuilah bahwa orang yang bertawassul dengan siapa pun itu karena ia mencintai orang yang dijadikan tawassul tersebut. Karena ia meyakini keshalihan, kewalian dan keutamaannya, sebagai bentuk prasangka baik terhadapnya. Atau karena ia meyakini bahwa orang yang dijadikan tawassul itu mencintai Allah SWT, yang berjihad di jalan Allah. Atau karena ia meyakini bahwa Allah SWT mencintai orang yang dijadikan tawassul, sebagaimana firman Allah : يحبّونهم ويحبّونه atau sifat-sifat di atas seluruhnya berada pada orang yang dijadikan obyek tawassul.

Jika anda mencermati persoalan ini maka anda akan menemukan bahwa rasa cinta dan keyakinan tersebut termasuk amal perbuatan orang yang bertawassul. Karena hal itu adalah keyakinan yang diyakini oleh hatinya, yang dinisbatkan kepada dirinya, dipertanggungjawabkan olehnya dan akan mendapat pahala karenanya.

Orang yang bertawassul itu seolah-olah berkata, “Ya Tuhanku, saya mencintai fulan dan saya meyakini bahwa ia mencintai-Mu. Ia orang yang ikhlas kepadaMu dan berjihad di jalanMu. Saya meyakini Engkau mencintainya dan Engkau ridlo terhadapnya. Maka saya bertawassul kepadaMu dengan rasa cintaku kepadanya dan dengan keyakinanku padanya, agar Engkau melakukan seperti ini dan itu.

Namun mayoritas kaum muslimin tidak pernah menyatakan ungkapan ini dan merasa cukup dengan kemaha-tahuan Dzat yang tidak samar baginya hal yang samar, baik di bumi maupun langit. Dzat yang mengetahui mata yang berkhianat dan isi hati yang tersimpan.

Orang yang berkata : “Ya Allah, saya bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu, itu sama dengan orang yang mengatakan : Ya Allah, saya bertawassul kepada-Mu dengan rasa cintaku kepada Nabi-Mu. Karena orang yang pertama tidak akan berkata demikian kecuali karena rasa cinta dan kepercayaannya kepada Nabi. Seandainya rasa cinta dan kepercayaan kepada Nabi ini tidak ada maka ia tidak akan bertawassul dengan Nabi. Demikian pula yang terjadi pada selain Nabi dari para wali.
******* akhir kutipan *****

Dari Al Haitsam ibn Khanas, ia berkata, “Saya berada bersama Abdullah Ibn Umar. Lalu kaki Abdullah mengalami kram. “Sebutlah orang yang paling kamu cintai !”, saran seorang lelaki kepadanya. “Yaa Muhammad,” ucap Abdullah. Maka seolah-olah ia terlepas dari ikatan.

Dari Mujahid, ia berkata, “Seorang lelaki yang berada dekat Ibnu Abbas mengalami kram pada kakinya. “Sebutkan nama orang yang paling kamu cintai,” kata Ibnu Abbas kepadanya. Lalu lelaki itu menyebut nama Muhammad dan akhirnya hilanglah rasa sakit akibat kram pada kakinya.

Prof. DR. Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani dalam https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2011/12/paham_yang_harus_diluruskan.pdf menjelaskan pengertian tawassul sebagai berikut

***** awal kutipan *****
1. Tawassul adalah salah satu metode berdoa dan salah satu pintu dari pintu-pintu untuk menghadap Allah Subhanahu wa ta’ala. Maksud sesungguhnya adalah Allah. Obyek yang dijadikan tawassul berperan sebagai mediator untuk mendekatkan diri kepada Allah. Siapapun yang meyakini di luar batasan ini berarti ia telah musyrik.

2. Orang yang melakukan tawassul tidak bertawassul dengan mediator tersebut kecuali karena ia memang mencintainya dan meyakini bahwa Allah mencintainya. Jika ternyata penilaiannya keliru niscaya ia akan menjadi orang yang paling menjauhinya dan paling membencinya.

3. Orang yang bertawassul jika meyakini bahwa media yang dijadikan untuk bertawassul kepada Allah itu bisa memberi manfaat dan derita dengan sendirinya sebagaimana Allah atau tanpa izin-Nya, niscaya ia musyrik.

4. Tawassul bukanlah suatu keharusan dan terkabulnya do’a tidaklah ditentukan dengannya. Justru yang asli adalah berdoa kepada Allah secara mutlak, sebagaimana firman Allah yang artinya : “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Q.S.Al.Baqarah : 186)
***** akhir kutipan *****

Ada salah satu contoh buku yang sebaiknya dimiliki untuk mengetahui kesalahpahaman mereka dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah yang berjudul Menjawab Dakwah Kaum ‘Salafi’

Kata salafi dalam tanda petik karena banyak sekali sekte atau firqoh yang menamakan dirinya salafi sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/07/19/mengapa-salafi/

Buku tersebut diterbitkan oleh penerbit Khatulistiwa Press beralamat Jl Datuk Ibrahim No. 19, Condet, Balekambang, Jakarta Timur. Telp 021 8098583. Website: http://www.khatulistiwapress.com/

Buku tersebut diterjemahkan dari kitab berjudul aslinya ”Al Mutasyaddidun, manhajuhum wa munaqasyatu ahammi qadlayahum” karya Prof, DR Ali Jum’ah mantan mufti agung Mesir sejak 28 September 2003. Saat ini mufti agung Mesir adalah Prof. Dr. Syauqi Ibrahim Abdul Karim ‘Allam. Salah satu syarat sebagai mufti Agung Mesir adalah lulusan Ph.D. Al-Azhar -tulen Al-Azhar dari sekolah dasar hingga strata tiga-, berpegang teguh kepada metode Al-Azhar.

Sanad talaqqi dalam aqidah dan mazhab fikih yang sampai saat ini dilestarikan salah satunya oleh ulama dan universitas Al-Azhar Asy-Syarif. Hal inilah yang mengapa Al-Azhar menjadi sumber ilmu keislaman selama berabad-abad. Karena manhaj yang di gunakan adalah manhaj shahih talaqqi (mengaji dengan ulama) yang memiliki sanad yang jelas dan sangat sistematis. Sehingga sarjana yang menetas dari Al-azhar adalah tidak hanya ahli akademis semata tapi juga alim serta selalu terjaga kemutawatiran sanad, kemurnian agama dan akidahnya.

Terkait bolehnya bertawassul dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam walaupun sudah wafat dalam buku Menjawab Dakwah Kaum ‘Salafi’ , Prof, DR Ali Jum’ah berdalilkan (QS An-Nisa [4]: 64) yang berlaku secara umum (mutlak). Jadi barang siapa yang mengkhususkan ayat ini hanya ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam masih hidup, maka wajib baginya untuk mendatangkan dalil yang menunjukkan hal itu.

Berikut kutipan pendapatnya.

***** awal kutipan *****
Adapun ayat ketiga ini (QS An-Nisa: 64) berlaku secara umum (mutlak), tidak ada sesuatupun yang mengikatnya, baik dari nash maupun akal. Di sini tidak ada sesuatu makna yang mengikatnya dengan masa hidup Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di dunia. Karena itu akan tetap ada hingga hari kiamat.

Di dalam Al Qur’an, yang menjadi barometer hukum adalah umumnya lafaz, bukan berdasarkan khususnya sebab. Oleh karena itu, barang siapa yang mengkhususkan ayat ini hanya ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam masih hidup, maka wajib baginya untuk mendatangkan dalil yang menunjukkan hal itu.

Keumuman (kemutlakan) makna suatu ayat tidak membutuhkan dalil, karena ‘keumuman’ itu adalah asal. Sedangkan taqyid (mengikat ayat dengan keadaan tertentu) membutuhkan dalil yang menunjukkannya.

Ini adalah pemahaman ulama ahli tafsir, bahkan mereka yang sangat disiplin dengan atsar seperti Imam Ibnu Katsir. Dalam tafsirnya, setelah menyebutkan ayat di atas, Ibnu Katsir lalu mengomentarinya dengan berkata “Banyak ulama dalam kitab Asy Syaamil menyebutkan kisah yang sangat masyur ini”
***** akhir kutipan *****

Entah mengapa, kisah bertawassul dengan Rasulullah shallalahu alaihi wasallam ketika sudah wafat dalam kitab tafsir Ibnu Katsir ketika mentafsirkan (QS An-Nisa: 64) pada umumnya telah “menghilang” pada terbitan-terbitan yang baru.

Berikut contoh scan kitab tafsir Ibnu Katsir yang masih memuat kisah tersebut dan dapat dibaca pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2011/09/ikjuz5p281_285.pdf

**** awal kutipan *****
Al-Atabi ra menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk di dekat kubur Nabi Shallallahu alaihi wasallam, datanglah seorang Arab Badui, lalu ia mengucapkan, “Assalamu’alaika, ya Rasulullah (semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah). Aku telah mendengar Allah ta’ala berfirman yang artinya, ‘Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka menjumpai Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang‘ (QS An-Nisa [4]: 64),

Sekarang aku datang kepadamu, memohon ampun bagi dosa-dosaku (kepada Allah) dan meminta syafaat kepadamu (agar engkau memohonkan ampunan bagiku) kepada Tuhanku.”

Kemudian lelaki Badui tersebut mengucapkan syair berikut , yaitu: “Hai sebaik-baik orang yang dikebumikan di lembah ini lagi paling agung, maka menjadi harumlah dari pancaran keharumannya semua lembah dan pegunungan ini. Diriku sebagai tebusan kubur yang engkau menjadi penghuninya; di dalamnya terdapat kehormatan, kedermawanan, dan kemuliaan.“

Kemudian lelaki Badui itu pergi, dan dengan serta-merta mataku terasa mengantuk sekali hingga tertidur. Dalam tidurku itu aku bermimpi bersua dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam., lalu beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Hai Atabi, susullah orang Badui itu dan sampaikanlah berita gembira kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan kepadanya!”
***** akhir kutipan *****

Kisah tersebut disampaikan pula oleh Imam al Baihaqi , Sya’bul ‘limaan 3/496

Pada halaman 110 pada buku Menjawab Dakwah Kaum ‘Salafi’ , Prof, DR Ali Jum’ah menambahkan

***** awal kutipan *****
Sementara itu, Imam Ibnu al-Hajj al-Abdari, ulama dari mazhab Maliki berkata, “Tawasul dengan beliau merupakan media yang akan menghapuskan dosa-dosa dan kesalahan. Karena keberkahan dan keagungan syafaat Nabi shallallahu alaihi wasallam di sisi Allah itu tidak bisa disandingi oleh dosa apapun. Syafaat Nabi shallallahu alaihi wasallam lebih agung dibandingkan dengan semua dosa, maka hendaklah orang menziarahi (makam) nya bergembira.

Dan hendaklah orang tidak mau menziarahinya, mau kembali kepada Allah Ta’ala dengan tetap meminta syafaat Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Barangsiapa yang mempunyai keyakinan yang bertentangan dengan hal ini, maka ia adalah orang yang terhalang (dari syafaat Nabi shallallahu alaihi wasallam).

Apakah ia tidak pernah mendengar firman Allah yang berbunyi: Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk dita’ati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. ( QS An Nisaa [4] : 64 )

Oleh karena itu, barang siapa yang mendatangi beliau, berdiri di depan pintu beliau, dan bertawassul dengan beliau, maka ia akan mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan pernah ingkar janji.

Allah ta’ala telah berjanji untuk menerima tobat orang yang datang, berdiri di depan pintu beliau (Nabi shallallahu alaihi wasallam) dan meminta ampunan kepada Tuhannya. Hal ini sama sekali tidak diragukan lagi, kecuali oleh orang yang menyimpang dari agama dan durhaka kepada Allah dan RasulNya. “Kami berlindung diri kepada Allah dari halangan mendapatkan syafaat Nabi shallallahu alaihi wasallam” (Ibnu al Hajj, Al Madkhal, 1/260)

Imam an Nawawi, ulama dari kalangan Syafi’iyah, ketika menerangkan mengenai adab ziarah makam Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata

“Kemudian ia (peziarah) kembali ke tempat awalnya (setelah bergerak satu hasta ke kanan untuk menyalami Abu Bakar dan satu hasta yang lain menyalami Umar) sambil menghadap ke arah wajah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Lalu ia bertawassul dari beliau kepada Allah. Sebaik-baik dalil dalam masalah ini adalah atsar yang diceritakan oleh Imam al Mawardi al Qadhi, Abu ath-Thayyib dan ulama lainnya (sesuai atsar yang disampaikan oleh Ibnu Katsir di atas) (An Nawawi, Al Majmuu’, 8/256)

Sedangkan di kalangan mazhab Hanbali, Imam Ibnu Qudamah juga memberikan petunjuk di dalam adab ziarah ke makam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, agar peziarah membaca ayat di atas, mengajak bicara Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan memakai ayat tersebut dan meminta kepada beliau untuk dimintakan ampunan kepada Allah. Maka setelah peziarah membaca salam, doa dan shalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam hendaknya ia berdoa “Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah berfirmanSesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. ( QS An Nisaa [4] : 64 )

Aku datang kepadamu (Nabi shallallahu alaihi wasallam) sebagai orang yang meminta ampunan atas dosa-dosaku, dan sebagai orang yang meminta syafaat melaluimu kepada Tuhanku. Aku memohon kepadaMu , wahai Tuhanku, berilah ampunan kepadaku, sebagaimana Engkau berikan kepada orang yang menemui beliau (Nabi shallallahu alaihi wasallam) ketika masih hidup.”Setelah itu, peziarah berdoa untuk kedua orang tuanya, saudara-saudaranya dan seluruh kaum muslimin
***** akhir kutipan *****

Orang-orang yang menuduh kaum muslim lainnya telah musyrik atau menuduh telah berhukum dengan hukum selain Allah dan diikuti dengan pembunuhan maka orang-orang seperti itu telah ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai orang yang telah murtad atau telah keluar dari agama Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/28/pembunuh-dan-murtad/

Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu, “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca al-Qur’an, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’an dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’an, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allah, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim 1762)

Sabda Rasululullah di atas yang artinya “mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala” maksudnya mereka memahami Al Qur’an dan As Sunnah dan berkesimpulan atau menuduh kaum muslim lainnya telah musyrik (menyembah selain Allah) seperti menuduh menyembah kuburan atau menuduh berhukum dengan selain hukum Allah, sehingga membunuhnya namun dengan pemahaman mereka tersebut mereka membiarkan para penyembah berhala yang sudah jelas kemusyrikannya.

Yang dimaksud dengan “membiarkan para penyembah berhala” adalah “membiarkan” kaum Yahudi atau yang kita kenal sekarang dengan Zionis Yahudi, sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/24/tidak-sekedar-membiarkan/

Allah ta’ala telah berfirman bahwa jika bermunculan orang-orang yang murtad atau keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya karena membunuh umat la ilaha illallah yang dituduh musyrik atau dituduh berhukum dengan selain hukum Allah maka Allah Azza wa Jalla tetap menjaga adanya kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah seperti ahlul hadramaut (Yaman).

Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah [5]:54)

Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda , ‘Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah”. Bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam : mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang Yaman’.

Dari Jabir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, ‘Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib’.

Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata, ‘Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman’.

Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid, ketika turun ayat 54 surat al-Maidah, Umar berkata, ‘Saya dan kaum saya wahai Rasulullah’. Rasul menjawab, ‘Bukan, tetapi ini untuk dia dan kaumnya, yakni Abu Musa al-Asy’ari’.

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani telah meriwayatkan suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath al-Bari, dari Jabir bin Math’am dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, ‘Wahai ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi. Mereka seperti awan dan merekalah sebaik-baiknya manusia di muka bumi’

Dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Suyuthi meriwayatkan hadits dari Salmah bin Nufail, ‘Sesungguhnya aku menemukan nafas al-Rahman dari sini’. Dengan isyarat yang menunjuk ke negeri Yaman”. Masih dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Sayuthi meriwayatkan hadits marfu’ dari Amru ibnu Usbah , berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Sebaik-baiknya lelaki, lelaki ahlu Yaman‘.

Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa yang mencintai orang-orang Yaman berarti telah mencintaiku, siapa yang membenci mereka berarti telah membenciku”

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda bahwa jika telah bermunculan fitnah atau perselisihan atau bahkan pembunuhan terhadap umat la ilaha illallah karena perbedaan pendapat maka hijrahlah ke Yaman, bumi para Wali Allah atau ikutilah atau merujuklah kepada pendapat Ahlul Hadramaut, Yaman.

Diriwayatkan dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau terjadi fitnah pergilah kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan’

Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari fitnah, pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhnya di sana tempat beribadah’

Abu Said al-Khudri ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi fitnah, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangkan pahala yang banyak’

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna berkata, telah menceritakan kepada kami Husain bin Al Hasan berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar berkata, Beliau berdoa: Ya Allah, berkatilah kami pada negeri Syam kami dan negeri Yaman kami. Ibnu ‘Umar berkata, Para sahabat berkata, Juga untuk negeri Najed kami. Beliau kembali berdoa: Ya Allah, berkatilah kami pada negeri Syam kami dan negeri Yaman kami. Para sahabat berkata lagi, Juga untuk negeri Najed kami. Ibnu ‘Umar berkata, Beliau lalu berdoa: Disanalah akan terjadi bencana dan fitnah, dan di sana akan muncul tanduk setan (HR Bukhari 979)

Dari Ibnu Umar ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda sementara beliau menghadap timur: “Ingat, sesungguhnya fitnah itu disini, sesungguhnya fitnah itu disini dari arah terbitnya tanduk setan.” (HR Muslim 5167)

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’man telah menceritakan kepada kami Mahdi bin maimun aku mendengar Muhammad bin Sirin menceritakan dari Ma’bad bin Sirin dari Abu Sa’id Al Khudzri radliyallahu’anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: Akan muncul beberapa orang dari arah timur, mereka membaca Al Qur’an namun tidak lebih dari kerongkongan mereka (tidak meresap dalam hati), mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah keluar dari busur, dan mereka tidak akan kembali hingga anak panah kembali ke tali busur. Lalu ditanya, Apa tanda mereka? Beliau menjawab: Ciri mereka adalah gundul. (HR Bukhari 7007)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menetapkan miqot bagi penduduk negeri Yaman di Yalamlam sebelah tenggara kota Makkah/Madinah sesuai arah dari negeri Yaman, sedangkan penduduk negeri Najed di Qarnul Manazil sebelah timur dari kota Makkah/Madinah sesuai arah dari negeri Najed. Begitupula penduduk Iraq miqot di Dzat Irq, Timur Laut Makkah/Madinah sesuai arah dari negeri Iraq.

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Ammar Al Maushulli yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Haasyim Muhammad bin ‘Ali dari Al Mu’afiy dari Aflah bin Humaid dari Qasim dari Aisyah yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam dan Mesir di Juhfah, bagi penduduk Iraq di Dzatu ‘Irq, bagi penduduk Najd di Qarn dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam [Shahih Sunan Nasa’i no 2656]

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Hammad dari ‘Amru dari Thawus dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata: Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam di Al Juhfah, bagi penduduk Yaman di Yalamlam dan bagi penduduk Najed di Qarnul Manazil. Itulah ketentuan masing-masing bagi setiap penduduk negeri-negeri tersebut dan juga bagi yang bukan penduduk negeri-negeri tersebut bila datang melewati tempat-tempat tersebut dan berniat untuk hajji dan ‘umrah. Sedangkan bagi orang-orang selain itu, maka mereka memulai dari tempat tinggalnya (keluarga) dan begitulah ketentuannya sehingga bagi penduduk Makkah, mereka memulainya (bertalbiyah) dari (rumah mereka) di Makkah. (HR Bukhari 1431)

Dari al Azroq bin Qois, Syarik bin Syihab berkata, “Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat Muhammad yang bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para shahabat. Aku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau dengar dari Rasulullah tentang Khawarij!”. Beliau berkata, “Akan kuceritakan kepada kalian suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. Sejumlah uang dinar diserahkan kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang yang plontos kepalanya dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya. Dia mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari arah sebelah kanan dengan harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya namun beliau tidak memberinya. Dia lantas berkata, “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil”. Mendengar ucapannya, Nabi marah besar. Beliau bersabda, “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku”. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Akan keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilan mereka. Dia adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al Qur’an namun al Qur’an tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah melesat dari binatang sasarannya setelah menembusnya kemudia mereka tidak akan kembali kepada agama. Ciri khas mereka adalah plontos kepala. Mereka akan selalul muncul” (HR Ahmad no 19798)

Telah menceritakan kepada kami Hannad bin As Sari telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash dari Sa’id bin Masruq dari Abdurrahman bin Abu Nu’m dari Abu Sa’id Al Khudri ia berkata; Ketika Ali bin Abi Thalib berada di Yaman, dia pernah mengirimkan emas yang masih kotor kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu emas itu dibagi-bagikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada empat kelompok. Yaitu kepada Aqra` bin Habis Al Hanzhali, Uyainah bin Badar Al Fazari, Alqamah bin Ulatsah Al Amiri, termasuk Bani Kilab dan Zaid Al Khair Ath Thay dan salah satu Bani Nabhan. Abu Sa’id berkata; Orang-orang Quraisy marah dengan adanya pembagian itu. kata mereka, Kenapa pemimpin-pemimpin Najed yang diberi pembagian oleh Rasulullah, dan kita tidak dibaginya? maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab: Sesungguhnya aku lakukan yang demikian itu, untuk membujuk hati mereka. Sementara itu, datanglah laki-laki berjenggot tebal, pelipis menonjol, mata cekung, dahi menjorok dan kepalanya digundul. Ia berkata, Wahai Muhammad! Takutlah Anda kepada Allah! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Siapa pulakah lagi yang akan mentaati Allah, jika aku sendiri telah mendurhakai-Nya? Allah memberikan ketenangan bagiku atas semua penduduk bumi, maka apakah kamu tidak mau memberikan ketenangan bagiku? Abu Sa’id berkata; Setelah orang itu berlaku, maka seorang sahabat (Khalid bin Al Walid) meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membunuh orang itu. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim 1762)

Dari kedua hadits di atas (HR Ahmad no 19798) dan (HR Muslim 1762) dapat kita ketahui bahwa orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi lebih memperhatikan apa yang tampak secara lahir seperti ada tanda hitam bekas sujud di antara kedua matanya atau berjanggut lebat namun tidak berakhlak baik sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/26/tampak-secara-lahir/

Dalam syarah Shahih Muslim, Jilid. 17, No.171 diriwayatkan Khalid bin Walīd ra bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah at Tamimi an Najdi dengan pertanyaan

“Wahai Rasulullah, orang ini memiliki semua bekas dari ibadah-ibadah sunnahnya: matanya merah karena banyak menangis, wajahnya memiliki dua garis di atas pipinya bekas airmata yang selalu mengalir, kakinya bengkak karena lama berdiri sepanjang malam (tahajjud) dan janggut mereka pun lebat” (namun berakhlak buruk)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab : camkan makna ayat ini : qul in’kuntum tuhib’būnallāh fattabi’unī – Katakanlah: “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Khalid bin Walid bertanya, “Bagaimana caranya ya Rasulullah ? ”

Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Jadilah orang yang ramah seperti aku, bersikaplah penuh kasih, cintai orang-orang miskin dan papa, bersikaplah lemah-lembut, penuh perhatian dan cintai saudara-saudaramu dan jadilah pelindung bagi mereka.”

Indikator atau ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah sehingga menjadi wali Allah (kekasih Allah) adalah sebagaimana yang disampaikan dalam firmanNya dalam (QS Al Maidah [5]:54)

1. Bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim
2. Bersikap keras (tegas / berpendirian) terhadap orang-orang kafir
3. Berjihad di jalan Allah, bergembira dalam menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya
4. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan bahwa ahlul Yaman adalah orang-orang yang mudah menerima kebenaran, mudah terbuka mata hatinya (ain bashiroh) dann banyak dikaruniakan hikmah (pemahaman yang dalam terhadap Al Qur’an dan Hadits) sebagaimana Ulil Albab

Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu’aib Telah menceritakan kepada kami Abu Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah orang-orang yang berperasaan dan hatinya paling lembut, kefaqihan dari Yaman, hikmah ada pada orang Yaman.” (HR Bukhari 4039)

Dan telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid dan Hasan al-Hulwani keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ya’qub -yaitu Ibnu Ibrahim bin Sa’d- telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih dari al-A’raj dia berkata, Abu Hurairah berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah kaum yang paling lembut hatinya. Fiqh ada pada orang Yaman. Hikmah juga ada pada orang Yaman. (HR Muslim 74)

Apa yang diikuti oleh ahlul yaman dapat kita telusuri melalui para ulama dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah.

Silahkan telusurilah melalui apa yang disampaikan oleh Al Imam Al Haddad dan yang setingkat dengannya, sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahman Al Attos dan yang setingkat dengannya, sampai ke Asy’syeh Abubakar bin Salim, kemudian Al Imam Syihabuddin, kemudian Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin Abibakar, kemudian Al Imam Asseggaf dan orang orang yang setingkat mereka dan yang diatas mereka, sampai keguru besar Al Fagih Almuqoddam Muhammad bin Ali Ba’alawi Syaikhutthoriqoh dan orang orang yang setingkat dengannya, sampai ke Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra sejak Abad 7 H di Hadramaut Yaman beliau menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf yang muktabaroh dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.

Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.

Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.

Wassalam

No comments:

Post a Comment

kakaktua800.blogspot.com

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...