Friday, 27 February 2015

PEMBERONTAKAN & MENCELA PEMERINTAH!!! – Syi’ar Kaum Khawarij Zaman-Berzaman

PEMBERONTAKAN & MENCELA PEMERINTAH!!! – Syi’ar Kaum Khawarij Zaman-Berzaman

PEMBERONTAKAN & MENCELA PEMERINTAH!!! – Syi’ar Kaum Khawarij Zaman-Berzaman

SECARA RINGKAS: MENTAATI PEMERINTAH ADALAH SYI’AR-NYA AHLUS SUNNAH

Ahlus Sunnah Wal Jama’ah menyatakan wajib ta’at kepada waliyyul amri dan tidak boleh memberontak terhadap mereka, sama ada penguasa yang ‘adil mahupun penguasa yang zalim, selama belum tampak daripada mereka kekufuran yang nyata, dengan mengembalikan keputusan kufur atau tidaknya kepada para ‘ulama ahlus sunnah. Inilah manhaj dan syi’ar Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sepanjang zaman hingga akhir zaman. Prinsip ini mereka tegakkan di atas hujjah dan dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Di antaranya:

Firman Allah s.w.t.:

Wahai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah, ta’atilah Rasul, dan ulil amri (‘pemerintah) kalian. (an-Nisa’ 4: 59)

Dari al-Harits bin Basyir, bahawa Rasulullah shallahu ‘alaihi wassalam (s.a.w.) bersabda:

Aku perintahkan kalian dengan lima perkara, yang Allah telah memerintahkan aku dengannya: Mendengar, Ta’at (kepada pemerintah), Jihad, Hijrah, dan (berpegang teguh dengan) al-Jama’ah”. (Hadis Riwayat Ahmad 6/202; at-Tirmidzi, no. 2863; Ibnu Abi ‘Ashim, no. 1036. Disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Zhilalul Jannah, no. 1036. Lihat pula al-Mlsykah, no. 3694 dan Shahihul Jami’, no. 1724)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu (r.a.) berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Barangsiapa yang taat kepadaku, sungguh dia telah taat kepada Allah. Barangsiapa yang derhaka kepadaku, sungguh dia telah derhaka kepada Allah. Barangsiapa mentaati amir (penguasa), sungguh dia telah taat kepadaku. Dan barangsiapa yang menderhakai (menentang) kepada amir sungguh dia telah derhaka kepadaku.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 7137; Muslim, no. 1835; an-Nasa’i, no. 4204, 5525, dari Abu Hurairah r.a.)

Dari Ibnu ‘Umar r.a., bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Wajib atas seorang muslim (untuk) mendengar dan taat (terhadap pemerintah) pada apa yang ia suka atau pun yang ia benci, kecuali jika diperintah (untuk) berbuat maksiat. Jika diperintah untuk bermaksiat, maka tidak (boleh) mendengar dan taat (tidak melakukan kemaksiatan yang diperintahkan).” (Muttafaqun ‘alaihi, Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 7144; Muslim, no. 1839. Yakni tidak mendengar dan tidak taat dari perkara maksiat yang diperintahkan itu saja. Bukan bererti tidak mendengar dan tidak taat secara total atau memberontak. Perhatikan hadis-hadis berikutnya)

Dan Ibnu ‘Abbas , bahwa Rasulullah bersabda:

Barangsiapa yang melihat pada pemimpinnya suatu kerusakan/ kezhaliman) hendaknya dia bersabar. Kerana barangsiapa yang memisahkan din dan jama’ah (pen guasa) sejengkal saja kemudian mati, maka matinya (di atas) jahiliyyah’. (Muttafaqun ‘alaihi, Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 7054; Muslim, no. 1849)

Dari Hudzaifah Ibnul Yaman, bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda:

Akan ada sepeninggalanku nanti para pemimpin yang tidak mengambil petunjukku dan tidak mengambil sunnah dengan sunnahku. Akan muncul pula di tengah-tengah kalian orang-orang yang hatinya adalah hati syaitan dalam wujud manusia. Aku (Hudzaifah) bertanya: “Apa yang harus aku lakukan jika aku mendapatinya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “(Hendaknya kau tetap) mendengar dan taat kepada penguasa, meskipun punggungmu dipukul dan hartamu dirampas, (tetap bersikaplah) mendengar dan taat!’. (Hadis Riwayat Muslim, no. 1847)

Dari ‘Adi bin Hatim berkata: Kami bertanya:

“Ya Rasulullah, kami tidak bertanya kepadamu tentang (ketaatan) kepada (pen guasa) yang bertaqwa, akan tetapi bagaimana dengan (penguasa) yang berbuat (demikian) dan yang berbuat (demikian), ‘Adi bin Hatim menyebutkan beberapa perbuatan jahat (penguasa tersebut – pent.), maka Rasulullah bersabda: Bertaqwalah kepada Allah dan (tetaplah) mendengar dan taat (kepada mereka). (Hadis Riwayat Ibnu Abi ‘Ashim. Disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani di dalam azh-ZhiIaI, no. 1069)

Dan Ummu Salamah berkata, bahawa Rasulullah bersabda:

‘Akan ada sepeninggalanku nanti pemimpin (yang) kalian mengenalnya dan mengingkari (kejelekannya), maka barangsiapa membencinya (bererti) dia telah berlepas diri, dan barangsiapa mengingkarinya (bererti,) dia telah selamat. Akan tetapi barangsiapa yang meredhainya kejahatannya, akan mengikutinya. Para sahabat bertanya:

“Wahai Rasulullah, Apakah tidak kita perangi saja mereka?” Beliau menjawab: “Jangan, selama mereka masih menegakkan solat.” (Hadis Riwayat Muslim, 1854)

Dan dari sahabat ‘Auf bin Malik al-Asyja’i dengan lafazh:

‘Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, Apakah tidak kita perangi saja mereka dengan pedang? Beliau menjawab: “Jangan, selama mereka masih menegakkan solat di tengah-tengah kalian.” (Hadis Riwayat Muslim, no. 1855)

Demikian dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang menunjukkan wajibnya taat kepada pemerintah dan larangan untuk memberontak kepada mereka bagaimanapun keadaan mereka: penguasa yang adil mahupun penguasa yang zalim, selama belum tampak pada mereka kekufuran yang nyata. Di atas prinsip ini pulalah aqidah dan manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Mereka selalu berpegang kepada nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah dan tidak pernah keluar sedikitpun. Mereka sentiasa berjalan dan beredar sesuai dengan dalil-dalil tersebut. Apa yang ditunjukkan oleh dalil tersebut, mereka imani, mereka yakini dan mereka amalkan. Adapun yang tidak ditunjukkan oleh dalil al-Qur’an mahupun as-Sunnah mereka buang jauh-jauh. Sehingga aqidah mereka selamat dari perselisihan, bahkan aqidah mereka satu, jama’ah mereka satu, kerana Allah telah menjamin dengan kesatuan kalimat, kesatuan manhaj, dan keselamatan aqidah bagi barangsiapa yang berpegang teguh dan sentiasa bertepatan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Allah s.w.t. berfirman:

“Berpegangtegulah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian berpecah belah”. (Ali ‘Imran, 3: 103)

“Dan inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Dan jangan kalian ikuti as-Subul (jalan-jalan) yang menyebabkan kalian berpecah dari jalan-Nya.” (al-An’am, 6: 153)

Kerana itu mereka dinamakan sebagai al-Firqatun Najiyah, sebagaimana hal ini telah dipersaksikan oleh Rasulullah di dalam sabdanya:

“Ketahuilah bahawa Ahli Kitab sebelum kalian telah terpecah belah menjadi 72 golongan, dan bahawa umat ini juga akan terpecah menjadi 73 golongan. 72 di antaranya masuk neraka. Dan satu golongan di dalam syurga, yakni Al Jam’ah’.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 4597. ad-Darimi, 2/241. Ahmad, 4/102. dan juga al-Hakim, 1/128. al-Ajurri di asy-Syari’ah, 17. Ibnu Baththah di al-Ibanah, 2/108/2, 119/1. al-Laalika’i di syarhus Sunnah, 1/23/1. Disahihkan oleh asy-Syaikh al-albani di dalam Silsilah al-Hadis ash-Shahihah, no. 203 & 204; 1/404)

Dalam riwayat lain:

“Para sahabat bertanya: Siapakah mereka wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: Mereka adalah orang-orang yang berjalan di atas apa yang pada hari ini aku dan para sahabatku menjalaninya. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi di dalam Sunannya, 2641. al-Hakim di al-Mustadrak, 1/128-129. Ibnu Wadldlah di al-Bida’, 92. al-ajurri di al-Arba’in, 143, dan di asy-syari’ah, 15-16. Dan juga selain mereka)

Merekalah ath-Thaifah al-Manshrah yang dikhabarkan oleh Rasulullah di dalam sabdanya:

“Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang (thaifah) yang selalu berjalan di atas al-Haq, tidak akan menyusahkan mereka orang-orang yang meninggalkan (tidak mau menolong) mereka sampai datang keputusan Allah (hari kiamat - pent)”. (Hadis Riwayat al-Bukhari & Muslim)

Inilah aqidah, prinsip dan syi’ar Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dalam bersikap terhadap penguasa atau pemerintah. Al-Imam Muhammad bin ‘Isma’il bin Ibrahim al-Bukhari, penulis kitab al-Jami’ al-Musnad ash-Shahih al-Mukhtashar min Umuri Rasulillah e-wa Sunanihi wa Ayyamihi (yang dikenali dengan Shahih al-Bukhari) menegaskan:

“Aku telah bertemu dengan 1000 lebih dari ‘ulama Hijaz (Makkah dan Madinah), Kufah, Bashrah, Wasith, Baghdad, Syam, dan Mesir, ... (kemudian al-Bukhari berkata): aku tidak mendapati adanya perbedaan di antara mereka tentang perkara berikut ini:

(beliau menyebutkan sekian perkara, di antaranya): kewajiban mentaati penguasa (dalam hal yang ma’ruf).” (Lihat: Syarh Ushul I’tiqad... oleh al-LaIika’i, m/s. 1/194-197)

Aqidah dan manhaj inilah yang telah ditegaskan oleh para ‘ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di dalam kitab-kitab aqidah mereka, di antaranya:

1 – al-Imam Ahmad di dalam Ushulus Sunnah.

2 - Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam al-‘Aqidah al-Wasithiyyah.

3 – al-Imam al-Laalika’i dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah.

4 – al-Imam Abu Ja’far ath-Thahawi dalam al-‘Aqidah ath-Thahawiyah.

5 – al-Imam Abu ‘Utsman ash-Shabuni dalam ‘Aqidatus Salaf ash-Habil Hadis.

6 – al-Imam al-Barbahari dalam Syarhus Sunnah.

7 – al-Imam al-Ajurri dalam asy-Syari’ah.

dan masih terlalu banyak lagi untuk disebutkan di sini. Silakan merujuk terus pada kitab-kitab tersebut. Dan ini pulalah, aqidah dan manhaj yang disepakati oleh para ‘ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di zaman mi, mereka antara lain:

asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh al-‘Utsaimin, asy-Syaikh Muqbil bin Hadi, asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi, asy-Syaikh Sholeh bin Fauzan al-Fauzan, asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbd, asy-Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili, dll., masih terlalu banyak lagi untuk disebutkan.

Yang demikian itu, kerana pada sikap taat dan mendengar terhadap waliyyul amri terdapat sekian banyak manfaat dan kemashlahatan yang tidak terhitung. Asy-Syaikh Tsaqil bin Shalfiq al-Qasimi berkata:

“Disebabkan urusan manusia tidak akan tegak kecuali dengan adanya seorang penguasa, maka Allah mensyari’atkan bagi kaum muslimin hendaknya mereka memiliki seorang imam (pemimpin) yang dengannya Allah akan menjaga agama kaum muslimin, menjaga kehormatan mereka, harta-harta mereka, dan persatuan mereka. Kerana hal ini tidak akan boleh direalisasikan sebagaimana sewajarnya kecuali dengan sikap “mendengar dan taat” kepada penguasa, maka Allah mewajibkan dalam kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya untuk taat kepada pemerintah dan agar tetap mendengar dan taat kepada mereka, selain dalam kemaksiatan kepada Allah, sama ada penguasa itu ‘adil mahupun jahat (zalim).

Allah juga mewajibkan kaum muslimin untuk berjihad bersama mereka, diperbolehkan solat di belakang mereka, dan haram untuk memberontak terhadap mereka, kecuali jika telah tampak pada mereka kekufuran yang nyata dan kita punya bukti (tentang kekufuran mereka tersebut) dari Allah dalam masalah ini. (Hendaklah orang yang menentukan persoalan ini adalah dari kalangan para ulama yang memahami al-Qur’an dan Hadis) Dan dengan meninggalkan sikap mendengar dan taat kepada pemerintah akan membuahkan kerosakan bagi masyarakat dan negara yang hanya Allah sajalah yang Maha Tahu.

“Oleh kerana itu dijelaskan oleh para ‘ulama: 60 (enam puluh) tahun hidup di bawah kepemimpinan seorang penguasa yang zalim lebih baik daripada hidup satu malam saja tanpa adanya seorang penguasa.”

Pelbagai kerosakan yang ditimbulkan dari pemberontakan, antara lain:

1 - Keamanan berubah menjadi ketakutan.

2 - Rasa kenyang berubah menjadi kelaparan.

3 - Pertumpahan darah.

4 - Digagahinya kehormatan.

5 - Dirampasnya harta benda.

6 - Terputusnya arus tranportasi dan komunikasi.

7 - Berkuasanya orang-orang jahil/bodoh.

8 - Menyebarnya kebodohan, dan kedudukan-kedudukan penting dipegang oleh orang-orang jahil.

9 - Dangkalnya ilmu dan asingnya orang-orang yang berilmu lemah dan asingnya agama ini.

10 – Kestabilan politik terganggu dan mengakibatkan pelbagai musibah.

11 – Kestabilan ekonomi dan pelbagai bekalan keperluan terganggu.

12 – Pelbagai jenayah akan berleluasa akibat kedaulatan penguasa diganggu.

Berkata al-Imam al-Hasan al-Bashri tentang para pemimpin:

“Mereka (para penguasa itu) mengatur urusan kita (antara lain – pent.) dalam lima hal:

1. Solat Juma’at,

2. Solat Jama’ah,

3. Solat ‘Id,

4. ats-Tsughur, (penjagaan perbatasan-perbatasan/sempadan kaum muslimin.

5. dan al-Hudd (penegakkan hukum-hukum had).

Demi Allah tidak akan tegak agama ini kecuali dengan mereka (para penguasa tersebut) walaupun mereka itu fajir dan zalim. Demi Allah, sesungguhnya apa yang Allah perbaiki dengan sebab adanya mereka lebih banyak daripada kerosakan yang mereka timbulkan.” (Lihat: at-Tanbihat as-Saniyyah ‘ala al-Aqidah al-Wasithiyyah oleh Fadhilatusy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz an-Nashir ar-Rasyid, m/s. 330)

Untuk lebih lanjut lagi berkenan persoalan di atas, silakan merujuk artikel-artikel yang terdahulu (di 
http://an-nawawi.blogspot.com) berdasarkan tajuk-tajuk sebagaimana berikut:

1 – 
Kriteria Asas Sebuah Negara Islam

2 – 
Mentaati Pemerintah/Pemimpin Adalah Sikap Ahlus Sunnah

3 – 
Menasihati Pemerintah Menurut Petunjuk as-Sunnah & Larangan Memberontak

4 - 
Sikap Rakyat Terhadap Pemerintah Yang Dianjurkan Rasulullah s.a.w.

Boleh juga semak di ruangan arkib artikel:

http://an-nawawi.blogspot.com/2007/11/arkib-artikel.html

KELOMPOK KHAWARIJ

“Dari Abu Barzah beliau ditanya: Apakah engkau mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda tentang Khawarij? Ia menjawab: Ya, aku mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda dengan telingaku dan melihat dengan mataku! Baginda datang dengan membawa harta, lalu baginda membahagi-bahagikannya. Maka baginda memberi kepada orang-orang yang berada di sebelah kanan dan kirinya dan tidak memberikan kapda orang-orang yang berada di belakang baginda sedikitpun. Berdirilah seorang yang berada di belakang baginda lantas berkata: Wahai Muhammad, engkau tidak adil dalam pembahagian! Dia adalah seorang lelaki yang berkulit hitam dengan rambut yang dicukur gondol dan memakai dua baju putih. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam marah dengan kemarahan yang bersangatan, kemudian bersabda: Demi Allah, kamu tidak akan mendapat seorang setelahku yang lebih adil daripadaku! Kemudian baginda bersabda lagi: Akan muncul pada akhir zaman suatu kaum seolah-olah ia dari mereka (orang-orang yang menentang kepimpinan Rasulullah). Mereka membaca al-Quran tetapi tidak melebihi tenggorokan mereka, terlepas dari Islam seperti terlepasnya anak panah dari busurnya, ciri-ciri mereka ialah bercukur gondol, mereka akan sentiasa bermunculan sehingga akan keluar orang yang terakhir bersama al-Masih ad-Dajjal. Jika kamu menemui mereka maka bunuhlah mereka. Mereka seburuk-buruk makhluk dan ciptaan”. (Hadis Riwayat Ahmad (429) dan Nasaii (4104))

“Dari Abi Sa’id al-Khudri berkata: Ketika kami bersama Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam di suatu ketika beliau sedang membahagi-bahagikan beberapa pembahagian. Datanglah kepada baginda Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim dan berkata: Wahai Rasulullah berlaku adillah! Baginda bersabda: Celaka engkau! Siapakah yang akan berlaku adil jika aku tidak adil, dosalah aku dan merugilah jika aku tidak berlaku adil? Maka Umar al-Khattab berkata: Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal lehernya! Baginda bersabda: Biarkan dia, kerana dia mempunyai teman-teman yang salah seorang antara kamu akan diremehkan solatnya jika dibandingkan dengan solat mereka, dan puasanya jika dibandingkan dengan puasa mereka. Mereka membaca al-Quran tetapi tidak melebihi kerongkong mereka, mereka terlepas dari Islam sebagaimana terlepasnya anak panah dari busurnya”. (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 3610, Muslim no. 1064, dan Ahmad (224))

Khawarij adalah merupakan satu aliran yang sesat dan tergolong dalam golongan ahlul bid’ah. Berasal dari kata “kharaja” ertinya keluar. Suatu aliran atau kelompok Islam yang mana mereka (pada zaman bermulanya) ini mengkafirkan Ali dan Mu’awiyah serta para pendukung keduanya. (Iaitu, mereka keluar dari ketaatan kepada pemerintah) Mereka disebut demikian kerana menyatakan keluar dari kepemimpinan Ali setelah peristiwa Siffin. (al-Farq, al-Milal, Wasathiyah, hal. 290-291) Khawarij turut menyatakan bahawa pelaku dosa besar adalah kafir dan di akhirat kekal di dalam neraka. Mereka memerangi kaum muslimin (pemerintah atau rakyat kebanyakan) dan berpendapat bolehnya keluar dari jemaah pemerintah dan menubuhkan jemaah-jemaah yang lain sebagai tindakan membangkang. (Tafsirul ayatil Kursi, oleh asy-Syaikh al-Uthaimeen)

Menumpahkan darah kaum muslimin dan memberontak terhadap pemerintah merupakan ciri khas dan utama, sekaligus simbol dan syi’ar paling besar Khawarij. Tidak ketinggalan juga dalam hal ini adalah “saudara terdekat” Khawarij yang bernama Syi’ah Rafidhah dan Muktazilah. Namun mereka mendakwakan bahawa pemberontakan yang mereka lakukan itu adalah sebuah tindakan jihad, yang merupakan amalan tertinggi dalam Islam.

Al-Imam al-Barbahari rahimahullah (r.h.) berkata di dalam Syarhus Sunnah: “Setiap orang yang memberontak kepada imam (pemerintah) kaum muslimin adalah Khawarij, dan bererti dia telah memecah belah kesatuan kaum muslimin dan menentang sunnah, serta matinya seperti mati jahiliyyah.” (Syarhus Sunnah, oleh imam al-Barbahari, tahqiq asy-Sheikh Abu Yasir ar-Rodadi, m/s. 78)

Asy-Syahrastani r.h. berkata: “Setiap orang yang memberontak kepada imam yang telah disepakati kaum muslimin disebut khawarij. Sama saja, apakah dia memberontak di masa zaman sahabat kepada al-Khulafa’ur Rasyidin atau setelah berlalunya zaman mereka di masa tabi’in dan para imam di setiap zaman.” (Lihat: al-Milal wa An-Nihal, m/s. 114)

MENYELUSURI FIRQAH KHAWARIJ ZAMAN BERZMAN

Tercatat dalam sejarah, bahawa pemberontakan pertama kali dalam Islam dilakukan oleh Dzul Khuwaishirah yang kemudian menurunkan generasi yang berpemikiran sesat seperti dia, iaitu ‘tidak senang duduk rasanya kalau tidak memberontak’. Demikian juga tercatat pada perkembangan berikutnya, tidak ada satu pemberontakan pun kecuali pelakunya adalah dua saudara kembar ini: Khawarij dan Syi’ah Rafidhah, atau orang-orang yang hatinya diracuni sampah pemikiran dua aliran sesat tersebut. Mereka sentiasa ada dan terus mengotori barisan umat Islam ini dengan tampil sebagai duri dalam daging di tubuh umat Islam. Berikut beberapa contoh fakta sejarah dan pemberontakan yang mereka lakukan sepanjang sejarah Islam:

1 - Kita lihat pemberontakan pertama dalam sejarah Islam dilakukan oleh Dzul Khuwaishirah, tanpa teragak-agak, orang yang dibantahnya adalah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam (s.a.w.) sendiri!

Al-Imam Ibnul Jauzi berkata dalam kitabnya Talbis Iblis:

“Khawarij yang pertama dan yang paling jelek adalah Dzul Khuwaishirah.”

Al-Imam al-Bukhari rahimahullah (r.h.) meriwayatkan dari Abi Sa’id al-Khudri, bahawa beliau berkata: ‘Aku pernah mengirim dari Yaman untuk Rasulullah s.a.w. sepotong emas dalam kantong kulit yang telah disamak, dan emas itu belum dibersihkan dari kotorannya. Maka Nabi membahaginya kepada empat orang:

‘Uyainah bin Badr, Aqra’ bin Habis, Zaid Al-Khail, dan yang keempat ‘Alqamah atau ‘Amir bin Ath-Thufail. Maka seseorang dari para sahabatnya menyatakan:

“Kami lebih berhak dengan (harta) ini dibanding mereka.”

Ucapan itu sampai kepada Nabi s.a.w., maka beliau bersabda:

“Apakah kalian tidak percaya kepadaku, padahal aku adalah kepercayaan Dzat yang ada di langit (yakni Allah), wahyu turun kepadaku dari langit di waktu pagi dan petang.”

Kemudian datanglah seorang laki-laki yang cekung kedua matanya, menonjol bahagian atas kedua pipinya, menonjol kedua dahinya, lebat janggutnya, botak kepalanya, dan tergulung sarungnya. Orang itu berkata:

“Takutlah kepada Allah wahai Rasulullah!”

Maka Rasulullah kemudian berkata: “Celaka engkau! Bukankah aku manusia yang paling takut kepada Allah?!”

Kemudian orang itu pergi. Maka Khalid bin al-Walid berkata: “Wahai Rasulullah bolehkah aku penggal lehernya?!”

Nabi berkata: “Jangan, dia masih melaksanakan solat (yakni masih muslim).”

Khalid berkata: “Berapa banyak orang yang solat dan bersyahadah ternyata bertentangan dengan isi hatinya.”

Nabi berkata: “Aku tidak diperintah untuk meneliti isi hati manusia, dan membelah dada mereka.”

Kemudian Nabi melihat kepada orang itu, sambil berkata:

“Sesungguhnya akan keluar dari keturunan orang ini sekelompok kaum yang membaca Kitabullah (Al-Qur’an) secara berterusan namun tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka melesat (keluar,) dari (batas-batas) agama seperti melesatnya anak panah dari (sasaran) buruannya.”

Dan aku kira beliau berkata:

Jika aku menjumpai mereka, niscaya aku akan bunuh mereka seperti dibunuhnya kaum Tsamud.

Dalam riwayat lain:

Ketika kami bersama Rasulullah s.a.w., beliau sedang membahagi, tiba-tiba Dzulkhuwaishirah (seseorang dari Bani Tamim) mendatangi beliau kemudian berkata: “Wahai Rasulullah berbuat adillah!!”

Rasulullah berkata: “Celaka engkau, siapa lagi yang boleh berbuat adil jika aku sudah (dikatakan) tidak adil. Sungguh rugi dan rugi aku jika aku tidak mampu berbuat adil.”

Maka ‘Umar berkata: “Wahai Rasulullah izinkan aku untuk memenggal lehernya”!

Rasulullah menjawab: “Biarkan dia. Sesungguhnya dia mempunyai pengikut, di mana kalian merasai rendahnya solat kalian berbanding solat mereka, shaum (puasa) kalian berbanding shaum mereka. Mereka membaca al-Qur’an tapi tidak mencapai ke tenggorokan mereka. Mereka menyimpang (keluar) dari (batas-batas) agama seperti terlepasnya anak panah dari (sasaran) buruannya ....” (Muttafaqun ‘alaihi, Hadis Riwayat Al-Bukhari, no. 3344, 3610, 4351, 4667, 5058, 6163, 6931, 6933, 7432,7562; Muslim, no. 1064, 1065)

“...akan keluar dari keturunan orang ini suatu kaum yang mereka itu ahli membaca al-Qur’an, namun bacaan tersebut tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka menyimpang (keluar) dari (batas-batas) agama seperti terlepasnya anak panah dari (sasaran) buruannya. Mereka membunuhi ahlul Islam dan membiarkan hidup (tidak mereka bunuh) ahlul Autsan (orang-orang kafir). Jika aku sempat mendapati mereka, akan aku bunuh mereka dengan cara pembunuhan terhadap kaum ‘Ad’. (Muttafaqun ‘alaihi, Hadis Riwayat Al-Bukhari, no. 3344; Muslim, no. 1064; Abu Dawud, no. 4764)

Al-Imam Ibnul Jauzi kemudian berkata: “Orang itu dikenal dengan nama Dzulkhuwaishirah at-Tamimi. Dia adalah khawarij pertama dalam sejarah Islam. Penyebab kebinasaannya adalah kerana dia merasa puas dengan pendapatnya sendiri. Kalau dia berilmu tentu dia akan tahu bahawa tidak ada pendapat yang lebih tinggi dari pendapat Rasulullah s.a.w..”

Itulah pemberontakan pertama dalam sejarah Islam, yang secara langsung memberontak terhadap Rasulullah s.a.w. sendiri.

2 - Pemberontakan kedua terjadi di masa Abu Bakr ash-Shiddq r.a.. Di zaman beliau muncul gerakan pecahan yang diseliakan oleh para pemberontak dari beberapa kalangan kabilah Arab. Mereka menyatakan murtad dari Islam, mereka menyatakan: “Masa kenabian berakhir dengan wafatnya Muhammad s.a.w.. Maka kita tidak mentaati siapapun selama-lamanya setelah wafatnva Muhammad!!” Sebahagian lainnya lagi menyatakan menolak untuk membayar zakat.

Pemberontakan dan gerakan murtad (riddah) ini benar-benar merupakan ancaman langsung terhadap kelangsungan dan kesinambungan Islam, sehingga menjadikan keadaan Islam benar-benar dalam keadaan yang genting. Kemudian Allah menyelamatkan agama ini dengan mengukuhkan dan memantapkan hati Abu Bakr ash-Shiddiq untuk tampil memerangi dan menumpaskan gerakan pecahan dan tindakan murtad tersebut. Tindakan Abu Bakr ini didukung dan disokong oleh seluruh para sahabat Rasulullah s.a.w.. Inilah yang dinyatakan oleh sebahagian ‘ulama: Sesungguhnya Allah menjaga (atau menolong/menyelamatkan) agama ini dengan Abu Bakr pada saat terjadinya riddah; dan dengan al-Imam Ahmad pada hari mihnah. (Hari Mihnah: Iaitu hari di mana kaum muslimin diberi ujian oleh Allah dengan adanya seorang pemimpin (khalifah) yang dikenali dengan Khalifah Ma’mun. Dia adalah seorang khalifah yang zalim dan terpengaruh dengan aqidah Jahmiyyah yang mengatakan bahawa Al-Qur’an itu adalah makhluk bukan kalamullah. Ma’mun menetapkan aqidah Jahmiyyah tersebut sebagai aqidah rasmi negara dan memaksakan kepada segenap ‘ulama dan umat Islam ketika itu. Sehingga dengan itu banyak dari kaum muslimin dan para ‘ulama yang dipenjara dan disiksa, bahkan dibunuh akibat penolakan mereka terhadap pemaksaan aqidah/ideologi jahmiyyah tersebut. Termasuk di antara ‘ulama yang disiksa dan dipenjara itu adalah al-Imam Ahmad bin Hanbal r.h.. Kisah selengkapnya Insya AIlah akan kami susulkan sebentar nanti)

3 - Pemberontakan ketiga terjadi pada masa Pemerintahan Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab r.a.. Iaitu pembunuhan yang dilakukan oleh Abu Lu’lu’ah al-Majusi terhadap al-Faruq ‘Umar bin Al-Khaththab bersama tujuh orang pengikutnya. Gerakan ini diwujudkan oleh para pemberontak (musuh tersembunyi) dari kalangan Syi’ah Rafidhah. Yang mereka jadikan hari terbunuhnya ‘Umar sebagai hari gembira (perayaan) dan kemenangan. Mereka merayakan dan berpesta-pora pada hari tersebut. Bahkan salah seorang tokoh mereka menulis satu buku berjudul Aqdud Durar fisy Syarhi Baqri Bathni ‘Umar (bermaksud: Rangkaian Mutiara dalam Penjelasan tentang Kes Perobekan Perut ‘Umar), dia menyatakan di dalam buku tersebut: ‘Inilah salah satu contoh yang menarik yang menjelaskan tentang matinya sang penguasa durjana, pendusta yang banyak berdosa, ‘Umar bin al-Khaththab...” Subhanallah.. betapa kejinya mereka...

4 - Setelah itu di zaman Pemerintahan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan r.a. muncul pula gerakan teror dan pemberontakan yang memprovokasi masyarakat untuk bersikap anti terhadap khalifah yang sah, Amirul Mu’minin ‘Utsman bin ‘Affan r.a.. Tokoh gerakan ini adalah ‘Abdullah bin Saba’ al-Yahudi. Dia menampilkan diri sebagai seorang muslim, namun kedengkian dan kekufuran terhadap Islam tersimpan di dalam dadanya. Dia berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya (di pelbagai negeri kaum muslimin) dengan tujuan untuk menebarkan kesesatan di tengah-tengah umat dan memprovokasi mereka. Sehinggalah akhirnya dia mendapatkan tempat yang sesuai, iaitu di Mesir. Dari sanalah kemudian dia mengendalikan fitnah dan menyalakan api dan makarnya dalam rangka menentang Allah dan Rasul-Nya. Provokasi yang beliau propagandakan disambut baik oleh orang-orang jelek dan jahat yang sejenis dan sepemikiran denganya, yang cenderung emosional dan aggresif dalam menilai dan menyikapi satu-satu keadaan. Kaum pemberontak ini mendakwa bahawa Khalifah ‘Utsman telah melakukan kemungkaran dan kezaliman yang nyata, menurut hitungan mereka terdapat delapan belas kesalahan dan kezaliman yang dilakukan oleh Khalifah ‘Utsman!

Kemudian pada Bulan Syawwal kaum khawarij dari kalangan saba’iyyun ini bergerak dari Mesir menuju Madinah dengan menampakkan diri seolah-olah hendak berhaji yang terbahagi dalam empat kumpulan berasingan, setiap kumpulan mempunyai seorang amir. Gerakan para pemberontak dan musuh tersembunyi ini juga datang dari Kufah. Sampai di Madinah, mereka berdemonstrasi dan mengepung rumah Khalifah ‘Utsman dan secara paksa meminta Khalifah ‘Utsman untuk melucutkan jawatan khalifah! Demikianlah mereka mengepung rumah Khalifah ‘Utsman sehingga beliau terhalang dari solat jama’ah di masjid. Bahkan membiarkan ‘Utsman tidak minum dan menghalangi penghantaran air kepadanya. Hal ini menjadikan para sahabat yang lainnya marah, sehingga ‘Ammar bin Yasir menyatakan:

‘Subhanallah!! Dia telah membeli sumur Rumah (untuk kaum muslimin) kemudian kalian menghalangi dia dari airnya? Biarkan jalan air itu (jangan dihalangi dari ‘Utsman. pent)! Kemudian ‘Ammar mendatangi ‘Ali bin Abi Thalib dan melaporkan hal ini. Maka dengan segera ‘Ali mengirimkan pemuda-pemudanya untuk menerobos masuk ke rumah Khalifah ‘Utsman memberikan air minuman kepada beliau.

Setelah 40 (empat puluh) hari beliau dikepung di rumah beliau sendiri, para pemberontak (khawarij/teroris) itu berani menerobos masuk rumah Khalifah ‘Utsman dengan menaiki dinding-dinding rumah beliau. Kemudian dengan kejinya mereka membunuh Amirul Mu’minin ‘Utsman bin ‘Affan yang ketika itu sedang membaca al-Qur’an. Menyemburlah darah suci seorang sahabat mulia Rasulullah, dan titisan pertama darah beliau mengenai mushhaf yang ada di pangkuannya tepat mengenai ayat Allah:

“Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 137)

Kemudian tangan isteri ‘Utsman juga dipotong, lalu pembunuh keji tersebut menusukkan pedangnya ke dada Khalifah ‘Utsman dan terbunuhlah beliau! Innalillah wa inna ilahi raji’un. Seorang yang membeli tanah dengan harta peribadinya untuk masjid Rasulullah dilarang solat di dalamnya. Seorang yang membeli sumur (perigi) Rumah dan digali dengan harta peribadinya untuk kaum mu’minin, dihalangi untuk meminum airnya. Seorang yang paling sabar dan tidak mengizinkan adanya pertumpahan darah di kalangan kaum muslimin, ternyata ditumpahkan darahnya oleh para pemberontak yang hauskan darah!!

Para ‘ulama berbeza pendapat tentang siapa yang secara langsung membunuh ‘Utsman, kerana darah beliau tersebar di beberapa pedang (yakni banyak pedang yang ikut serta mendarat di tubuh beliau untuk menumpahkan darahnya, ed.) dalam kitab Tarikh Al-Khilafah dikatakan bahawa yang membunuh beliau adalah Ruman al-Yamani. Dalam kitab Tarikhur Rusuli oleh ath-Thabari disebutkan bahawa pembunuhnya adalah Kinnah bin Bisyr at-Tujibi, atau seorang yang dikenali dengan Jabalah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Mathalib al-Aliyah. Namun yang jelas para khawarij, pemberontak yang mengepung rumah Khalifah ‘Utsman itu sememangnya menginginkan darah Amirul Mu’minin ‘Utsman bin ‘Affan r.a..

Yang paling penting bagi kita bukanlah identiti peribadi atau nama pembunuhnya, tapi yang penting adalah sifat mereka dan manhaj mereka. Mereka disifati oleh az-Zubair bin al-‘Awwam bahawa mereka adalah ghaugha’ (Ghaugha’: orang-orang rendahan, makna asalnya adalah serangga yang lebih kecil daripada nyamuk) dari Mesir. ‘Aisyah radiyallahu ‘anha (r.h) mengatakan tentang mereka sebagai nuzza’ (Nuzza’: orang-orang yang ibu-ibu mereka adalah budak. Dalam beberapa riwayat jumlah mereka disebutkan berbeza-beza. Ada yang menyebutkan 8000 ada pula yang menyebutkan 4000 orang. Demikian juga jumlah yang ruju’ (kembali/taubat), dari qabilah-qabilah. Sedangkan Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya mensifati mereka sebagai orang-orang yang jelek pendidikannya yang bersepakat atas kejelekan. Al-Imam an-Nawawi mensifati mereka sebagai orang-orang bodoh, budak-budak penggembala dari kalangan ghaugha’ di kabilah-kabilah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Mereka itu khawarij dan para perosak.” Al-Imam adz-Dzahabi mengatakan: “Mereka adalah tokoh-tokoh kejahatan dan yang buruk akhlaknya.”

5 - Kemudian barisan para pemberontak pembunuh Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan tersebut menghilangkan jejak dan menyusup di barisan Amirul Mu’minin ‘Ali bin Abi Thalib r.a.. Mereka menampilkan diri sebagai pendukung Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Barisan para pemberontak tersebut terus menyulut bara fitnah, Hingga akhirnya, mereka menyatakan diri keluar dari barisan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib, dengan alasan ‘Ali bin Abi Thalib telah kafir kerana telah berhukum dengan selain hukum Allah. Mereka keluar dari barisan Khalifah ‘Ali dan menyingkirkan diri di suatu tempat yang bernama Harura’, mereka berjumlah 12000 (dua belas ribu) orang (Disebutkan dalam riwayat hadis ‘Abdullah bin Syaddad bahawa jumlah mereka mencapai 8000 orang. Dan yang kembali bertaubat mencapai 4000 orang. Dalam riwayat yang lain, jumlah mereka 12000 orang. Hadis ini diriwayatkan oleh al-Hakim, 2/152-154. al-Baihaqi, 8/179. Ahmad, 1/86-87. dan juga Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, 7/280. Disahihkan oleh Sheikh al-Albani dalam al-Irwa’, hadis no. 2459), yang kemudian mereka tinggal di situ. Itulah awal pertumbuhan mereka secara terang-terangan memisahkan diri dan keluar dari barisan para sahabat Rasulullah! Mereka menyatakan (mengistiharkan) bahawa panglima perang mereka adalah: Syabats bin Rib’i at-Tamimi; dan imam solat mereka adalah: ‘Abdullah bin al-Kawwa’ al-Yasykuri. (Demikianlah mereka menampilkan tokoh-tokoh baru kerana memang di tengah-tengah mereka tidak ada seorangpun dari kalangan para sahabat Nabi, tidak ada seorang ‘ulama pun. Rata-rata mereka adalah kaum muda yang tidak banyak memahami al-Qur’an dan as-Sunnah sebagaimana yang difahami oleh para sahabat Rasulullah s.a.w.. Dengan kesempitan dan kedangkalan ilmu tersebut mereka berani menentang para ‘ulama senior ketika itu dari kalangan para sahabat)

Khawarij adalah orang yang sangat kuat beribadah, tapi mereka meyakini bahawa mereka lebih berilmu dari para sahabat Rasulullah, dan ini merupakan penyakit yang sangat berbahaya! Di tengah-tengah mereka tidak ada seorang pun ahlul ilmu dari kalangan para sahabat Nabi, padahal para sahabat masih hidup.

Ibnu ‘Abbas menuturkan: “Ketika khawarij memisahkan diri mereka masuk ke suatu daerah. Ketika itu jumlah mereka enam ribu orang. Mereka semua sepakat untuk memberontak kepada Amirul Mu’minin ‘Ali bin Abi Thalib. Banyak yang datang kepada ‘Ali untuk mengingatkan beliau:

“Wahai Amirul Mu’minin, sesungguhnya kaum ini (khawarij) hendak memberontak kepadamu!” Namun ‘Ali menyatakan:

“Biarkan mereka, kerana aku tidak akan memerangi mereka hingga mereka dulu yang memerangiku dan mereka akan tahu nanti.” Maka suatu hari aku (Ibnu ‘Abbas) mendatangi ‘Ali di waktu solat Zhuhur, dan kukatakan kepadanya:

“Wahai Amirul Mu’minin, segerakanlah solat, aku ingin mendatangi mereka (khawarij tersebut) dan berdialog dengan mereka.”

Maka Ali berkata: “Aku mengkhuwatirkan keselamatan dirimu.”

Aku katakan: “Jangan khuwatir, aku seorang yang berakhlak baik dan tidak menyakiti seseorang pun.”

Maka ‘Ali akhirnya mengizinkan aku. Kemudian aku mengenakan kain yang bagus buatan Yaman dan bersisir (dengan rapi). Kemudian aku datangi mereka di tengah hari. Maka aku memasuki suatu kaum yang belum pernah aku melihat sangat hebatnya mereka dalam beribadah. Dahi-dahi mereka menghitam kerana sujud. Tangan-tangan mereka kasar seperti lutut unta (kerana banyaknya beribadah). Mereka memakai gamis yang murah dan dalam keadaan tersingsing. Wajah mereka pucat kerana banyak berjaga (bangun malam untuk beribadah) di waktu malam. Kemudian aku ucapkan salam kepada mereka.

Maka mereka berkata: “Selamat datang wahai Ibnu ‘Abbas, ada apakah?”

Aku jawab: “Aku datang dari sisi kaum Muhajirin dan Anshar serta dari sisi menantu Nabi, kepada mereka al-Qur’an turun dan mereka lebih tahu tentang tafsirnya daripada kalian.”

Kemudian teiadi perdebatan antara Ibnu ‘Abbas dengan para anggota kelompok khawarij tersebut, semua hujjah dan argumentasi-argumentasi mereka dalam mengkafirkan dan memberontak dari barisan ‘Ali (bahkan dari barisan segenap para sahabat Nabi) dibantah habis oleh Ibnu ‘Abbas dengan hujjah dan argumentasi yang kukuh dan tidak terbantahkan, dan mereka tidak mampu untuk menjawab bantahan dan hujjah-hujjah tersebut. Sehingga tersingkap dan terjawab segala kerancuan serta kesongsangan corak berfikir yang selama ini menutupi akal dan hati mereka yang buta tersebut. Ibnu ‘Abbas berkata: “Maka bertaubatlah 4000 (empat ribu) orang dari mereka, dan sisanya tetap memberontak. Maka akhirnya mereka (para pemberontak tersebut) ditumpas habis.”

Demikianlah Ibnu ‘Abbas menasihati mereka dengan meletakkan prinsip dasar dalam memahamj Dien, iaitu dengan merujuk kepada apa yang telah difahami dan diamalkan oleh para sahabat r.anhum. Tidak memahami dan menafsirkan nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman dan penafsiran sendiri, yang keluar dan berbeza dari apa yang difahami dan diamalkan oleh para sahabat.

6 - Mereka yang rujuk kepada kepemimpinan ‘Ali kerana nasihat beliau dari Ibnu ‘Abbas , serta yang takut kerana kalah perang melawan ‘Ali bin Abi Thalib, ketika Mu’awiyah dibai’at menjadi khalifah, mereka kembali bersatu melawan dan memberontak kepada Mu’awiyah. Kembali aksi dan tindakan-tindakan teror terhadap kaum muslimin mereka lakukan. Tampillah tokoh pemberontak waktu itu bernama: Farwah bin Naufal membawahi 500 (lima ratus) orang khawarij.

Farwah menyatakan kepada para pengikutnya:

“Sekarang telah datang waktunya dengan tidak ada keraguan.” Yakni jika sebelumnya mereka masih ragu tentang kafir atau tidaknya ‘Ali dan al-Hasan, (kerana pelbagai hujatan mereka selalu terbantah dan terpatahkan, serta pelbagai macam nasihat yang disampaikan oleh Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib dan al-Hasan bin ‘Ali) maka untuk Mu’awiyah mereka tidak ragu lagi. Mereka yakin atas kekafirannya. Sehingga ketika Mu’awiyah dibai’at sebagai khalifah, para pemberontak ini dengan mantap dan penuh keyakinan menyatakan “Sekaranglah waktunya untuk berperang!!” Maka berangkatlah Farwah bin Naufal dan pasukannya menuju ke Syam dalam rangka melakukan pemberontakan terhadap pemerintah muslim yang sah, iaitu Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan r.a., seorang sahabat Rasulullah yang mulia!!

Kemudian Mu’awiyah memerintahkan pasukan Kufah untuk berangkat memerangi pasukan Farwah bin Naufal. Maka terjadilah pertempuran yang sangat sengit antara dua pasukan ini, yang berakhir dengan kekalahan di pihak kaum khawarij.

Setelah kekalahan para pemberontak dan musuh tersebut di Kufah, iaitu dengan ditangkapnya Farwah dan terbunuhnya tokoh besar mereka setelah Farwah bernama ‘Abdullah bin Abi al-Hausa, para pemberontak (khawarij) yang tersisa kembali mengumpulkan dan mengumpul kekuatan dengan dipimpin oleh al-Hautsarah bin Wada’. Ia membangkitkan kembali semangat pemberontakan dan mengobarkannya kembali dengan pendapat-pendapat yang lebih ekstrim dari para pendahulunya. Bahkan dia tampil berpidato di depan masyarakat dan menjelek-jelekkan Farwah bin Naufal yang ragu dalam mengkafirkan dan memerangi ‘Ali bin Abi Thalib, sehingga berakibat mereka kalah di Kufah. Dengan provokasi itu, dia berhasil mengumpulkan pasukan 150 orang.

Maka Khalifah Mu’awiyah mengutus ayah al-Hautsarah bin Wada’ sendiri, iaitu Abul Hautsarah, untuk menasihati anaknya agar mahu kembali kepada al-Jama’ah, mahu kembali ke barisan Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah. Namun apa jawaban dia? Dengan tegas dia menjawab segala nasihat ayahnya dengan ucapannya:

“Aku ditikam dengan tombak oleh tangan-tangan kafir lebih aku rindukan daripada kerinduanku terhadap anakku!”

Mendengar jawaban yang demikian, Mu’awiyah mengirimkan 2000 (dua ribu) tentera berpasukan di bawah pimpinan ‘Abdullah bin ‘Auf, ikut serta pula dalam barisan pasukan ini adalah Abul Hautsarah. Bahkan Abul Hautsarah menentang anaknya untuk perang tanding. Namun al-Hautsarah menolak dan lebih memilih untuk bertanding melawan ‘Abdullah bin ‘Auf. Maka terjadilah perang tanding yang berakhir dengan terbunuhnya al-Hautsarah bin Wada’. Kemudian pasukan ‘Abdullah bin ‘Auf menghabisi para pemberontak hingga tidak tersisa kecuali 50 (lima puluh) orang.

7 - Nasihat dan sikap tegas yang ditunjukkan oleh para sahabat dan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib serta Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan tidak membuat mereka jera dan bertaubat. Kembali muncul pemberontakan berikutnya, bahkan mereka juga mengikut-sertakan para wanita dalam agenda permusuhan dan pemberontakan yang mereka lakukan. Kali ini pemberontakan itu dipimpin oleh Abu Maryam, maula Bani al-Harits.

Dengan keadaan sentiasa bersedia dan tegas, sahabat al-Mughirah bin Syu’bah (yang menjawat sebagai Gabernur Kufah) segera mengutus Jabir bin ‘Abdillah al-Bajali untuk memerangi dan menumpas para pmberontak tersebut. Maka terbunuhlah Abu Maryam dan para pengikutnya di Desa Baduria.

8 - Kemudiannya tampil pula tokoh khawarij Mirdas bin ‘Udayyah memimpin pemberontakan khawarij di wilayah Ahwaz pada masa pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah. Mirdas sendiri sebelumnya pernah dipenjarakan oleh Ibnu Ziyad, Gabernur Kufah yang diangkat oleh Khalifah Yazid bin Mu’awiyah.

Mirdas adalah seorang ahli ibadah. Namun demikian dia adalah tokoh besar khawarij (pemberontak). Ketika perang shiffin ia turut serta dalam pasukan ‘Ali bin Abi Thalib, dan ia termasuk golongan yang menolak dipilihnya dua hakim penengah. Ia pun kemudian keluar dan kembali menentang ‘Ali bin Abi Thalib hingga terjadi pertempuran di antara khawarij dengan pasukan ‘Ali bin Abi Thalib yang berakhir dengan kekalahan total pada pihak khawarij. Tetapi Mirdas masih selamat dan kemudian bergabung dengan kelompok para pemberontak di Nahrawan. Orang-orang khawarij pun kemudian memilih Mirdas sebagai pimpinannya.

Jiwa kebencian dan memberontak yang ada pada diri Mirdas sangat besar. Ketika dia melihat penguasa yang memakai jubah kebesaran, dia segera berteriak: “Ini adalah pakaian orang-orang fasik!” Maka bangkitlah Abi Bakrah menyatakan:

“Jangan kau ucapkan demikian pada penguasa, sungguh aku telah mendengar Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa yang menghina penguasa Allah di muka bumi, maka niscaya Allah akan menghinakannya.” (Hadis Riwayat Ahmad, 5/42, 48, 49; at-Tirmidzi, 2224; Disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 2297)

Berkata asy-Syaikh Abdul Malik Ramadhani: “Begitulah ciri-ciri kaum khawarij, mereka menyatukan di antara nahi munkar yang salah kaedah dengan kejahilan terhadap perkara nahi mungkar itu sendiri, iaitu rosaknya ilmu mahupun penerapannya!”

Demikianlah semangat ibadahnya yang dilakukan tanpa ilmu telah menghantarkan dia untuk memiliki pendapat-pendapat yang ekstrim lagi dangkal, yang tidak pernah dikenali daripada golongan para sahabat.

Pada masa Yazid, kembali dia melakukan provokasi-provokasi dan aksi-aksi teror. Maka Ibnu Ziyad (Gabernur Kufah), yang begitu bersemangat untuk menumpaskan khawarij, berjaya memenjarakan sejumlah tokoh-tokoh besar khawarij, sehingga penuhlah penjara dengan mereka. Termasuk di antaranya adalah Mirdas bin ‘Udayyah. Diriwayatkan oleh Khallad bin Yazid al-Bakhili dan Sajjan bahawa dia melihat Mirdas adalah orang yang rajin dalam beribadah ketika dipenjara oleh Ibnu Ziyad. Sajjan adalah teman dekat Ibnu Ziyad, sehingga dia diperbolehkan keluar masuk penjara. Sajjan selalu mendatangi Mirdas di waktu malam dan baru pulang keesokan harinya. Melihat kesolehan dan ketekunan Mirdas (dalam melaksanakan ibadah), Sajjan menjadi kagum kepadanya. Suatu ketika Ibnu Ziyad memutuskan untuk menghukum semua pemberontak dan musuh-musuh tersebut yang ada di penjara. Maka semua tawanan dari kalangan para khawarij tersebut dipenggal satu persatu. Ketika tiba giliran Mirdas, Sajjan memegangi kedua kaki Ibnu Ziyad, dia memohon agar Mirdas tidak dibunuh. Ia pun menceritakan bagaimana akhlaq dan ibadah Mirdas selama di penjara. Ibnu Ziyad pun mengabulkan permintaan Sajjan dan membebaskan Mirdas.

Setelah dibebaskan, ternyata Mirdas tidak jera (seik) untuk memberontak. Diriwayatkan oleh at-Thabari dalam Tarikhnya bahawa ia keluar bersama 40 (empat puluh) orang ke daerah Ahwaz mengumumkan pelepasan diri mereka dari pemerintahan Yazid.

Pemberontakan yang dilakukan Mirdas kali ini cukup gigih dan militan, sehingga sempat membuatkan berundurnya pasukan Ibnu Ziyad. Mendengar kekalahan pasukannya di Ahwaz, Ibnu Ziyad segera mengirimkan pasukan yang lebih besar lagi yang berjumlah 3000 (tiga ribu) orang yang dipimpin oleh ‘Abbad bin al-Akhdar. Pasukan pemerintah ini segera mengejar Mirdas dan para pengikutnya. Ketika berjaya dikejar, Mirdas dan para pengikutnya yang sangat militan itu tidak berundur mahupun berganjak sedikitpun kerana ia merasa yakin di atas kebenaran. Maka terjadilah pertempuran yang cukup sengit. Yang berakhir dengan terbunuhnya Mirdas, dan kepalanya dibawa kepada Ibnu Ziyad. (Faedah: Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad melalui jalur sanadnya yang sahih dari Sa’id bin Jumhan, ia berkata: Para khawarij terus mengajakku bergabung dengan mereka sehinggakan aku hampir terikut bersama mereka! Lalu saudara perempuan Abu Bilal (Abu Bilal adalah Mirdas) melihat Abu Bilal dalam mimpinya ditunjukkan sebagai menyerupai seekor anjing hitam legam dan kedua matanya melelehkan air mata. Saudara perempuannya itu berkata: “Demi Allah wahai Abu Bilal, apa yang telah menimpa dirimu hingga keadaanmu seperti ni?” Ia berkata: “Kami telah dijadikan anjing-anjing penghuni nereka!” (Lihat: Madarikun Nazhar fis Siyasah Bainat Tathbiqatisy Syari’iyyah wal Infi’alatil Hamasiyyah, m/s. 392, oleh asy-Syaikh ‘Abdul Malik Ramadhani al-Jaza’iri))

Itulah sekelumit contoh perjalanan para khawarij dan pemberontak yang mengkafirkan pemerintah muslimin dan memberontak terhadap mereka. Yang mereka, para pemberontak dan pembuat kacau itu, bukanlah orang-orang yang jauh dari ibadah dan dzikir kepada Allah, bukan orang-orang yang tidak solat, tidak puasa, dan tidak berhaji.

Jangan dibayangkan bahawa mereka itu seperti para perompak dan penyamun di zaman ini yang berkubang dalam kemaksiatan dan dosa.

Tidak, mereka tidak demikian! Bahkan mereka itu sebagaimana yang disifati oleh Rasulullah s.a.w. sendiri sebagai ahli ibadah: melaksanakan solat, shaum (puasa), qira’atul Qur’an, ... melebihi ibadahnya golongan para sahabat sendiri, sehinggakan wajah mereka menjadi pucat, tangannya kasar, matanya cekung, ... sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu ‘Abbas di atas. Namun mereka telah keluar dan berpisah dari barisan para sahabat, barisan para ‘ulama dari kalangan manusia terbaik, sehingga mereka keluar dari batas-batas Dien (agama) ini seperti anak panah yang tembus melewati tubuh buruannya. Hal ini sebagaimana disifatkan oleh Rasulullah s.a.w., dalam hadis yang dibawakan oleh sahabat Abu Sa’id al-Khudri r.a.:

“Akan datang kepada kalian suatu kaum yang kalian akan merasa rendah bila solat kalian dibandingkan dengan solat mereka, shaum (puasa) kalian dibandingkan dengan shaum mereka, amal-amal kalian dibandingkan dengan amal-amal mereka. Mereka membaca al-Qur’an (tapi) tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka meleset (keluar) dari (batas-batas) agama seperti terlepasnya anak panah dari (sasaran) buruannya.” (Muttafaqun ‘alaihi, Riwayat al-Bukhari, no. 5058. Dan Muslim, no. 147, 1064, dari Abu Sa’id al-Khudri)

Mereka terjerumus dalam kesesatan dan kesalahan, kerana mereka berani memahami dan mengamalkan al-Qur’an berbeza dengan apa yang telah difahami dan diamalkan oleh para sahabat Rasulullah s.a.w.. Dan tidak ada seorang pun dari para sahabat Nabi s.a.w. yang bergabung dengan mereka, di barisan mereka tidak ada seorang ‘ulama pun! Mereka (khawarij itu) cenderung mengedepankan hawa nafsu dan emosi serta akal mereka yang buta dalam memahami dan mengamalkan al-Qur’an, tidak mahu merujuk dan mengikuti para sahabat Nabi s.a.w., padahal para sahabat masih hidup, padahal para sahabat itu telah mendengar dan belajar ilmu secara langsung dari Rasulullah s.a.w., mengetahui bila dan bagaimana turunnya ayat-ayat al-Qur’an dan menerima langsung tafsirnya dari Rasulullah, sedangkan mereka tidak, bahkan bertemu Nabi saja tidak! Dalam hadis yang dibawakan oleh ‘Ali bin Abi Thalib r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang muda-muda umurnya, pendek akalnya. Mereka mengatakan sebaik-baik ucapan manusia. Mereka membaca al-Qur’an, (tapi) tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka menyimpang (keluar) dari (batas-batas) agama ini seperti terlepasnya anak panah dari (tubuh) buruannya”. (Muttafaqun ‘alaihi, Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3611, 5057, 6930. Dan Muslim, no. 1066, dari ‘Ali bin Abi Thalib r.a.)

Al-Imam al-Ajurri r.h, seorang imam ahlus sunnah yang wafat pada tahun 360 H di Makkah, mengatakan: “Para ‘ulama sepakat menyatakan bahawa khawarij adalah suatu kaum jahat dan durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka solat, shaum (puasa), dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Akan tetapi kebaikan yang mereka kerjakan itu tidaklah memberi manfaat sedikitpun kepada mereka kerana mereka telah menyelewengkan makna ayat-ayat al-Qur’an menurut kehendak hawa nafsunya. Mereka juga menampilkan amalan amar ma’ruf nahi munkar, tetapi tidak bermanfaat bagi mereka. Kerana mereka suka menafsirkan al-Qur’an dengan hawa nafsu dan menipu kaum muslimin. Sungguh Allah telah memperingatkan kita dari bahaya dan kesesatan mereka, juga melalui Nabi s.a.w., para al-Khulafa’ur Rasyidin, sepeninggalan beliau, dan segenap para shahabat r.anhum, serta orang-orang yang mengikuti para sahabat itu dengan baik, semuanya memperingatkan kita dari bahaya kesesatan khawarij ini, dan siapa saja yang sealiran dengannya, adalah orang-orang yang jahat, najis, dan kotor, mereka saling mewarisi pemahaman sesat ini sejak dahulu sehinggalah sekarang. Mereka memberontak kepada pemerintah-pemerintah dan para penjawat muslimin, dan mereka rnenghalalkan tindakan membunuh kaum muslimin.”

Demikianlah perjalanan khawarij dari zaman ke zaman. Pekerjaan dan ciri khas mereka sama, iaitu mengkafirkan pemerintah kaum muslimin dan orang-orang yang pro dengan pemerintah tersebut, memberontak terhadap pemerintah kaum muslimin, menghalalkan darah dan harta kaum muslimin, serta membolehkan membunuh anak-anak kaum muslimin. Inilah ideologi dan aksi-aksi mereka sepanjang sejarah yang telah memakan berjuta-juta jiwa kaum muslimin (hanya Allah yang Tahu jumlahnya yang persis), bahkan tanpa berselindung dan secara jelas, di antara korbannya: adalah tiga sahabat Rasulullah yang terbaik (sekaligus tiga al-Khulafa’ur Rasyidun bagi kaum muslimin): ‘Umar bin al-Khaththab, ‘Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib r.anhum. Benar... tindakan-tindakan mereka selalu membikin kacau, onar, dan kerosakan yang luar biasa di muka bumi. Inilah yang disebut dengan terorisme (keganasan). Kerana itu sejak awal kita nyatakan bahawa khawarij itu adalah pemberontak dan pembuat kacau. Dan yang pasti pula bahawa mereka jahil terhadap ilmu, fiqh, dan syari’at Islam, kerana memang mereka selalu berlawanan dan keluar dari ‘ulama, bahkan di barisan mereka sama sekali tidak ada ‘ulama. Juga kebanyakan mereka tidak mengenal mana yang sebenarnya ulama. Mereka hanya memiliki semangat ibadah dan beramal yang tinggi, namun ditegakkan di atas emosi dan kebodohan. Sehingga segenap ideologi, sikap dan aksi-aksi mereka sama sekali tidak didukung oleh ‘ulama. Kerana itu Rasulullah dengan tegas menyatakan mereka sebagai: anjing-anjing jahannam!!, meskipun mereka orang-orang ahlul ibadah, selalu solat di malam hari dan puasa di siang hari. Namun itu semua tidak ada ertinya! Bahkan Rasulullah memerintahkan untuk memerangi mereka dan menjanjikan pahala yang besar bagi sesiapa yang berupaya membunuh mereka!

Abu Ghalib berkata: “Ketika didatangkan kepala orang-orang Azriqah (sebahagian kelompok Khawarij yang dikepalai oleh Nafi’ bin al-Azraq) dan dipancangkan di atas tangga Damaskus, datanglah Abu Umamah al-Bahili r.a.. Kelika melihat mereka, air matanya pun mengalir dari kedua pelupuknya (dan berkata):

“Anjing-anjing neraka, Anjing-anjing neraka, Anjing-anjing neraka! Mereka ini ‘khawarij azariqah, sejelek-jelek orang yang dibunuh di bawah kolong langit ini. Dan sebaik-baik orang yang terbunuh di bawah kolong langit ini adalah orang-orang yang dibunuh oleh mereka (khawarij azariqah)’.”

Abu Ghalib kemudian bertanya: “Ada apa denganmu hingga air matamu mengalir?”

Abu Umamah menjawab: “Kerana kasihan kepada mereka, dulunya mereka itu termasuk ahlul Islam.”

Abu Ghalib berkata lagi: “Apakah pernyataanmu ‘Mereka itu anjing-anjing neraka’ adalah pendapatmu sendiri atau perkataan yang engkau dengar (langsung) dari Rasulullah s.a.w.?

Abu Umamah menjawab: “Kalau aku mengatakan dengan pendapatku sendiri, maka sungguh betapa beraninya aku. Tapi (ketahuilah) perkataan seperti itu aku dengar dari Rasulullah tidak hanya sekali, bahkan tidak hanya dua atau tiga kali.” (Hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad di dalam musnadnya, 5/253. Asy-Syaikh Muqbil r.h setelah membawakan hadis ini menyatakan: Hadis ini jayyid, Abu Ghalib adalah rawi yang hadisnya hasan (al-Jami’ush Shahih, 1/201). Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah, no. 176; at-Tirmidzi, no. 3000. Berkata asy-Syaikh al-Albani di dalam Shahih Sunan Ibnu Mjah: Hasan Shahih)

Di suatu kejadian, diriwayatkan oleh Sa’id bin Jamhan, beliau berkata:

“Aku mendatangi Abdullah bin Aufa (seorang buta), lalu aku memberi salam kepadanya. Beliau bertanya, siapa kamu? Aku menjawab: Sa’id bin Jamhan. Beliau bertanya. Apa yang dilakukan oleh orang tuamu? Aku menjawab: Dibunuh oleh kaum Azariqah. Beliau berkata: Semoga Allah melaknat orang-orang Azariqah kerana Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Sesungguhnya mereka adalah anjing-anjing neraka”.

Aku bertanya, apakah itu khusus pada orang-orang Azariqah atau untuk orang-orang Khawarij seluruhnya? Beliau menjawab: Orang-orang Khawarij seluruhnya. (Hadis Riwayat Ahmad, 4/382. Dan Ibnu Abu Asim, 905, dari jalan al-Hasyraj bin Nabatah. Menurut asy-Syaikh al-Albani sanadnya Hasan)

Ciri dan sifat-sifat tersebut terus ada pada para khawarij sepanjang zaman. Jika dulu mereka mengkafirkan kaum muslimin, termasuk juga pemerintah kaum muslimin, disebabkan kesalahan-kesalahan tertentu dan dosa-dosa besar atau dosa tertentu. Maka pada zaman ini tidak ketinggalan di mana turut bermunculan firqah-firqah berfikiran sebagaimana kelompok khawarij tersebut atau menghampiri kepada pemikiran kelompok khawarij dari zaman-berzaman. Di antara mereka ada yang bertopengkan nama atau menisbahkan kelompok-kelompok mereka sebagai Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jema’ah Islamiyah (J.I), al-Qaeda, dan pelbagai lagi nama pecahan-pecahan mereka atas motif, tujuan, dan modes operandi yang saling tidak jauh bezanya dan menghampiri ciri-ciri serta sifat kaum khawarij sebelumnya.

Ini semua boleh dilihat dari pelbagai bukti penyelewengan dan perkatan-perkatan yang mereka lepaskan. Juga boleh dilihat dari beberapa fatwa para ulama terhadap tokoh-tokoh mereka.

Sebagai contoh, asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, mufti besar Arab Saudi, mengeluarkan satu fatwa terhadap Osama bin Laden sebagaimana berikut:

“Osama tergolong dalam kelompok orang-orang perosak di muka bumi yang telah menempuh jalan kejahatan dan kejelekan serta keluar dari sikap ketaatan kepada waliyyul amr.” (Rujuk: Akhbar al-Muslimun dan asy-Syarqul Ausath, bertarikh 9 Jamadil Awal 1417H)

Asy-Syaikh Muqbil pula berkata:

“Aku berlepas diri di hadapan Allah dari (kesesatan) Bin Laden. Dia merupakan kejahatan dan musibah terhadap umat ini, dan aktivitinya adalah aktiviti kejahatan.” (Rujuk: ar-Ra’yul ‘Am, Kuwait, bertarikh 19 Disember 1998, edisi 11.503)

PEMBERONTAKAN TERHADAP PEMERINTAH TIDAK HANYA DALAM BENTUK GERAKAN FISIKAL

Perlu ditekankan di sini, bahawa bentuk pemberontakan terhadap penguasa itu tidak hanya dalam bentuk gerakan fisikal atau gerakan bersenjata sahaja.

Fadhilatusy Syaikh Dr. Sholeh as-Sadlan ditanya: “Wahai syaikh, menurut pemahaman aku, anda tidak mengkhususkan pemberontakan itu hanya dengan pedang tetapi juga termasuk pemberontakan yang dilakukan dengan lisan?”

Beliau menjawab: “Ini pertanyaan penting kerana sebahagian dari saudara-saudara kita telah melakukannya dengan niat baik dalam keadaan meyakini bahawa pemberontakan itu hanya dengan pedang (senjata). Padahal pada hakikatnya, pemberontakan itu tidak hanya dengan pedang dan kekuatan saja, atau penentangan dengan cara-cara yang sudah diketahui secara umum. Tetapi pemberontakan yang dilakukan dengan lisan adalah sebenarnya lebih dahsyat dari pemberontakan bersenjata, kerana pemberontakan dengan pedang dan kekerasan adalah ditimbulkan dari memulai pemberontakan dengan lisan.

Maka kita nyatakan kepada mereka, saudara-saudara kita yang terbawa oleh emosi yang kami berprasangka baik kepada mereka, bahawa mereka berniat baik (Insya Allah) agar mereka menenangkan dirinya. Dan kami katakan kepada mereka: tenang dan bersabarlah, kerana kekerasan dan kebencian kalian akan membawa kesan yang buruk pada hati. Kemudian hati tersebut akan melahirkan emosi yang tidak kenal kecuali kekerasan dan pemberontakan. Di samping itu juga akan membukakan pintu bagi orang-orang yang memiliki kepentingan untuk mengeluarkan ucapan yang sesuai dengan hawa nafsunya, sama ada hak ataupun batil.

Tidak diragukan lagi bahawa memberontak dengan lisan, atau dengan menggunakan pena dan tulisan, dengan penyebaran kaset-kaset (rakaman/siaran audio), tabligh/kuliah akbar, maupun ceramah-ceramah umum dengan membakar emosi masyarakat, serta tidak dengan cara yang syar’i, maka aku yakin bahawa ini adalah dasar (pengasas) lahirnya pemberontakan bersenjata.

Aku memperingatkan dari perbuatan seperti ini dengan sekeras-keras peringatan, dan aku katakan kepada mereka: “Kalian harus melihat dan mempertimbangkan apa kesannya? Dan hendaklah melihat kepada pengalaman orang sebelumnya yang telah melakukan hal yang sama dalam masalah ini!”

Hendaklah mereka melihat fitnah-fitnah yang dialami oleh sebahagian masyarakat Islam, apakah sebabnya? Apa tindakan awalnya sehingga mereka sampai kepada keadaan seperti ini? Jika telah mengetahui yang demikian, maka akan kita ketahui bahawa memberontak dengan ucapan lisan dan menggunakan media massa untuk membangkitkan kebencian, membakar emosi, dan kekerasan akan melahirkan fitnah dalam hati.” (Lihat: al-Ulama Su’diyah Yu’akkiduna alal Jama’ah wa Wujubis Sam’i wath Th’ah li Wulatil Amri, m/s. 5-6)

Asy-Syaikh ‘Abdul Malik Ramadhani al-Jazairi menegaskan:

“Wal hasil, hanya sekadar memprovokasi masyarakat untuk menentang penguasa muslim (walaupun penguasa tersebut seorang fasiq (pelaku dosa)) sudah layak dicap sebagai cara-cara khawarij. Ketika menjelaskan beberapa kelompok khawarij, Ibnu Hajar menjelaskan: “Di antaranya adalah al-Qa’diyyah, iaitu kelompok yang memprovokasi masyarakat untuk memberontak penguasa sedangkan mereka tidak terlibat langsung dalam pemberontakan tersebut. (Lihat: Hadyus Sari, m/s. 483)

‘Abdullah bin Muhammad adh-Dha’if berkata: “Kelompok al-Qa’diyah ini merupakan pecahan khawarij yang paling berbahaya!” (Atsar ini diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Masaa’il Ahmad, m/s. 271 dengan sanad sahih. Lihat: Madarikun Nazhar, m/s. 329)

DISYARI’ATKANNYA MENUMPASKAN DAN MEMERANGI KHAWARIJ (PEMBERONTAK)

Al-Imam al-Barbahari menegaskan di dalam kitabnya Syarhus Sunnah: “Halal hukumnya untuk memerangi kaum khawarij bila mereka mengancam kaum muslimin, sama ada keselamatan, jiwa, harta, mahupun keluarga mereka.” (Syarhus Sunnah, Prinsip no. 35)

Inilah manhaj dan prinsip para ‘ulama ahlul hadis, inilah ‘aqidah al-Firqatun Najiyah al-Manshurah. Abu Sa’id al-Khudri telah menyatakan (ketika beliau sudah lanjut usia dan tangan beliau sudah tidak kuat): Memerangi mereka (khawarij) menurutku lebih utama daripada memerangi tentera musyrikin. (Diriwayatkan oleh Ahmad, (3/33). Dan Ibnu Abi Syaibah, (14/303). Lihat kedudukan atsar ini di Madarikun Nazhar, m/s. 100)

Inilah yang diamalkan dan dipraktikkan oleh para imam ahlus sunnah. Begini jugalah prinsip Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib yang memerangi dan menumpaskan khawarij (para pemberontak) di daerah Nahrawan. Pada peperangan tersebut khawarij berjaya ditumpaskan, termasuk tokoh-tokoh besar mereka seperti: ‘Abdullah bin Wahb ar-Rasibi, Zaid bin Hishn ath-Tha’i, dan Harqush bin Zuhair as-Sa’di. Tidak selamat dari mereka kecuali kurang dari 10 orang saja dan tidaklah terbunuh dari pasukan ‘Ali kecuali hanya sekitar 10 orang. Dalam tindakan ini Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib didukung oleh segenap para sahabat Rasulullah s.a.w., dan tidak ada satu pun sahabat yang mendukung kelompok khawarij. Inilah juga yang dilakukan oleh Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Ibnu Ziyad, dan para khalifah sesudah mereka terhadap khawarij (si pemberontak).

Abu Ghalib berkata: “Ketika didatangkan kepala orang-orang Azariqah dan dipancangkan di atas tangga Damaskus, datanglah Abu Ummah al-Bahili r.a.. Ketika melihat mereka, air matanya pun mengalir dari kedua pelupuknya (dan berkata):

“Anjing-anjing neraka, Anjing-anjing neraka, Anjing-anjing neraka! Mereka ini Khawarij Azariqah sejelek-jelek orang yang dibunuh di bawah langit ini. Dan sebaik-baik orang yang terbunuh di bawah langit ini adalah orang-orang yang dibunuh oleh mereka (khawarij azariqah). Abu Ghalib kemudian bertanya: “Ada apa denganmu hingga air matamu mengalir?”

Abu Umamah menjawab: “Kerana kasihan kepada mereka, dulunya mereka itu termasuk ahlul Islam.”

Abu Ghalib berkata lagi: “Apakah pernyataanmu ‘Mereka itu anjing-anjing neraka’ adalah pendapatmu sendiri atau perkataan yang engkau dengar (langsung) dari Rasulullah s.a.w.?

Abu Umamah menjawab: “Kalau aku mengatakan dengan pendapatku sendiri, maka sungguh betapa beraninya aku. Tapi (ketahuilah) perkataan seperti itu aku dengar dari Rasulullah tidak hanya sekali, bahkan tidak hanya dua atau tiga kali.” (Hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad di dalam musnadnya, 5/253. asy-Syaikh Muqbil setelah membawakan hadis ini, beliau menyatakan: Hadis ini jayyid, Abu Ghalib adalah rawi yang hadisnya hasan (al-Jami’ush Shahih, 1/201. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah, no. 176 dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani di dalam Shahih Sunan Ibni Majah)

Sekali lagi inilah sikap, prinsip, dan aqidah ahlus sunnah terhadap para teroris dan pemberontak. Sikap dan prinsip ini bukan dimunculkan dari idea, fikiran, atau hasil ijtihad seseorang. Tapi diambil dari nash hadis Rasulullah s.a.w.. Bagaimana ahlul hadis tidak mengambil sikap keras dan memerangi mereka, sementara pimpinan dan penghulu Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Rasulullah dengan tegas telah menyatakan:

“Maka jika kalian mendapati mereka (khawarij), perangilah mereka! Kerana sesungguhnya orang-orang yang memerangi mereka akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat”. (Muttafaqun ‘alaihi, dari sahabat ‘Ali bin Abi Thalib)

Beliau juga bersabda:

“Jika aku mendapati mereka (Khawarij), benar-benar aku akan perangi mereka seperti memerangi kaum ‘Ad (dalam riwayat lain) seperti memerangi kaum Tsamud”. (Muttafaqun ‘alaihi, dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri)

Inilah yang telah Allah perintahkan kepada Nabi-Nya dalam ayat-Nya:

“Wahai Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan munafiqin dan bersikap keraslah terhadap mereka.” (at-Taubah, 9: 73)

“Ali bin Abi Thalib r.a.. menyebutkan bahawa Rasulullah diutus dengan “empat pedang”

Pedang pertama; (perintah perang) terhadap kaum musyrikin, sebagaimana disebutkan dalam ayat 5 surat at-Taubah: Dan bunuhlah kaum musyrikin di mana saja kamu jumpai mereka.

Pedang ke-dua ditujukan untuk Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) seperti disebutkan dalam ayat 29: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (Islam), (iaitu orang-orang) yang diberikan al-Kitab (ahli kitab), sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”

Pedang ke-tiga ditujukan kepada kaum munafik, “Wahai Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan munafik.” (at-Taubah: 73)

Sedangkan pedang ke-empat diarahkan untuk memerangi kaum Bughat (pemberontak) terhadap Negara Islam: “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya, jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya (bughat) maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah” (al-Hujurat: 9) (Lihat: Tafsir al-Qur’an al-Adhim, 2/336-337)

‘Ali bin Abu Thalib yang menyatakan demikian itu, memberikan semangat dan menggerakkan kaum muslimin untuk memerangi khawarij pada hari Nahrawan. Beliau mengingatkan kaum muslimin sebuah hadis yang beliau hafal dari Rasulullah tentang hal itu. Suwaid bin Ghaflah berkata: ‘Ali bin Abu Thalib berkata: “Jika aku menyampaikan kepada kalian hadis dari Rasulullah s.a.w., maka sungguh aku jatuh dari langit lebih aku sukai daripada aku berkata atas nama beliau sesuatu yang tidak pernah beliau ucap-kan. Adapun bila ucapan itu pembicaraan di antara kita saja, boleh jadi itu hanya tipu daya, kerana sesungguhnya peperangan itu adalah tipu daya. Aku mendengar Rasulullah bersabda:

“Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang muda-muda umurnya, pendek akalnya. Mereka mengatakan sebaik-baik ucapan manusia. Mereka membaca al-Qur’an (tapi) tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka meleset (keluar) dari (batas-batas) agama ini seperti melesetnya anak panah dari (tubuh haiwan) buruannya. Maka jika kalian mendapati mereka (khawarij), perangilah mereka! Kerana sesungguhnya orang-orang yang memerangi mereka akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat’. (Muttafaqun alaihi, al-Bukhari, no. 3611, 6930 dan Muslim, no. 1066)

‘Ali bin Abi Thalib bertakbir dan bertahlil tatkala melihat bahawa yang terbunuh hanya orang-orang Khawarij saja pada peperangan tersebut, dan dalam riwayat lain disebutkan bahawa beliau melakukan sujud syukur.

Al-Imam al-Bukhari r.h meletakkan bab di dalam shahih-nya sebagai berikut:

Bab: Memerangi khawarij dan mulhidin (atheis) setelah penegakan hujjah terhadap mereka. (Lihat Shahih al-Bukhari, Kitab (no. 88) Istitabatul Murtaddin wal Mu’anidin wa qitalihim, bab no. 6)

Oleh kerana itu al-Imam al-Ajurri berkomentar: “...MAKA PEDANG ‘ALl BIN ABI THALIB YANG DIHUNUSKAN TERHADAP KHAWARIJ MENJADI PEDANG KEBENARAN HINGGA HARI KIAMAT!”

Bahkan salah seorang ulama Ahlus Sunnah, al-Imam asy-Syafi’i menegaskan: “Tidak kami dapati seorang pun yang membenci beliau (‘Ali bin Abi Thalib) dalam memerangi khawarij.” (Riwayat al-Baihaqi, 8/188)

No comments:

Post a Comment