Di antara perbuatan yang bertentangan dengan akidah bara` terhadap orang-orang kafir adalah bersekutu dengan mereka melawan orang-orang Islam, maksud bersekutu di sini adalah menolong, membantu dan mendukung orang-orang kafir melawan kaum muslimin, bergabung dengan orang-orang kafir, membela mereka dengan harta, pedang dan pena. Ini adalah kekufuran, bertentangan dengan iman.
Perbuatan ini oleh sebagian ulama disebut dengan at-tawalli atau al-muwalah, walaupun sebagain ulama membedakan di antara keduanya, namun yang lebih dekat adalah ‘at-tawalli’ berarti ‘al-muwalah’. Sebagaimana muwalah kepada orang-orang kafir memiliki cabang-cabang yang berbeda-beda, di antaranya ada yang mengeluarkan dari agama seperti muwalah mutlak kepada mereka, ada pula yang di bawah itu, maka bertawalli kepada orang-orang kafir adalah sama dengan bermuwalah kepada mereka, ada tawalli mutlak sempurna yang bertentangan dengan iman secara keseluruhan, ada pula tingkatan-tingkatan di bawah itu.
Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di berkata tentang tafsir firman Allah Taala, “Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al-Mumtahanah: 9). “Kezhaliman tersebut berdasarkan tawallinya, jika ia sempurna maka ia merupakan kekufuran yang mengeluarkan dari lingkaran Islam, di bawah itu terdapat tingkatan-tingkatan, ada yang berat, ada pula yang lebih rendah dari itu.”
As-Sa’di berkata tentang firman Allah Taala, “Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (Al-Maidah: 51), “Bertawalli yang sempurna menuntut berpindah kepada agama mereka, tawalli sedikit menyeret kepada yang banyak, kemudian meningkat fase demi fase sehingga seorang hamba menjadi bagian dari mereka.”
Adapun tidak ada perselisihan dalam istilah, yang penting adalah bahwa bersekutu dengan orang-orang kafir, menolong dan membela mereka adalah bertentangan dengan iman baik dinamakan tawalli atau muwalah.
Bersekutu dengan orang-orang kafir melawan kaum muslimin merupakan pengkhianatan kepada Allah dan rasulNya saw serta orang-orang beriman, firman Allah Taala, “Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah: 80-81).
Berwala` kepada orang-orang kafir mengundang murka Allah, kekal dalam azabNya kalau pelakunya beriman niscaya dia tidak melakukan itu.
Ath-Thabari berkata tentang tafsir firman Allah, “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah.” (Ali Imran: 28), “Maknanya, wahai orang-orang mukmin janganlah kalian menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong dan pendukung, kalian berwala` kepada mereka di atas agama mereka, kalian bersekutu dengan mereka dengan meninggalkan orang-orang mukmin, kalian membongkar rahasia kaum muslimin kepada mereka, barangsiapa melakukan itu maka dia telah terlepas dari Allah yakni berlepas diri dariNya dan Dia berlepas diri darinya karena dia telah murtad dari agamaNya dan masuk ke dalam kekufuran.”
Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab berkata, “Jika memberi janji kepada orang-orang musyrik secara rahasia dengan masuk ke dalam barisan mereka, membantu mereka dan keluar bersama mereka jika mereka diusir merupakan kemunafikan dan kekufuran, meskipun ia berdusta lalu bagaimana dengan orang yang menunjukkan hal tersebut kepada mereka dengan jujur, mengedepankan mereka, menaati mereka, mengajak menaati mereka, membantu mereka dengan harta dan pendapat? Ini meskipun orang-orang munafik itu tidak melakukan demikian kecuali karena takut terhadap kesulitan yang mungkin menimpa mereka.”
Mungkin sebagian orang tidak membedakan antara masalah berwala` dan bersekutu dengan orang-orang kafir dengan masalah menerima bantuan mereka dalam memerangi orang-orang kafir… yang pertama berarti keluar dari Islam, memerangi Allah Taala dan rasulNya saw serta menyempal dari jalan orang-orang beriman.
Syaikh Abdul Lathif bin Abdur Rahman bin Hasan alu asy-Syaikh tentang hal ini, “Dosa terbesar dan teragung dan merupakan dasarnya adalah menentang dasar Islam menolong membantu musuh-musuh Allah, berusaha untuk memenangkan agama mereka dan apa yang mereka pegang: pengingkaran, syirik dan dosa-dosa besar yang membinasakan.”
Adapun menerima pertolongan mereka untuk memerangi orang-orang kafir lainnya maka ia termasuk masalah khilafiyah di kalangan ulama ada yang melarang, ada yang membolehkan dengan syarat adanya tuntutan kebutuhan, aman dari pengkhianatan mereka, mereka bukan pemegang kunci kekuatan… dan seterusnya. Adapun meminta bantuan kepada orang-orang kafir melawan para bughat kaum muslimin maka ia dilarang menurut jumhur ulama Islam.
Ibnu Hazm dalam masalah ini berkata, “Kami telah mengetahui bahwa barangsiapa keluar dari negeri Islam kepada negeri harbi maka dia telah kabur dari Allah Taala, imam dan jamaah kaum muslimin, hal ini dijelaskan oleh hadits Nabi saw bahwa beliau berlepas diri dari setiap muslim yang bermukim di antara orang-orang musyrik dan beliau tidak berlepas diri kecuali dari kafir… dengan ini tidak salah bahwa siapa yang bergabung dengan negeri kafir harbi secara suka rela untuk memerangi kaum muslimin di sekitarnya maka dengan perbuatannya ini dia murtad berlaku atasnya seluruh hukum orang murtad: wajib dibunuh kapan hal tersebut memungkinkan, halal hartanya, nikahnya batal dan lain-lain karena Rasulullah saw tidak berlepas diri dari seorang muslim. Adapun orang yang berlari ke negeri harbi karena takut kezhaliman, tidak memerangi kaum muslimin, tidak membantu orang-orang kafir melawan kaum muslimin, dan tidak ada muslim yang memberinya perlindungan maka tidak ada apapun yang bersangkutan karena dia terpaksa dalam kondisi dharurat.”
Sampai Ibnu Hazm berkata, “Adapun orang yang terdorong oleh fanatisme dari penduduk perbatasan kaum muslimin lalu dia meminta tolong kepada orang-orang musyrik harbi, dia membiarkan mereka membunuh kaum muslimin yang menyelisihinya atau mengambil harta mereka dan menawan mereka, jika dia berkuasa dan orang-orang kafir baginya adalah seperti para pengikut maka dia celaka dalam kefasikan tinggi dia tidak kafir dengan itu karena dia tidak melakukan sesuatu yang membuatnya kafir: al-Qur`an atau ijma, jika hukum orang-orang kafir berlaku atasnya maka dengan itu dia kafir, jik akedua sebanding hukum salah satu dari keduanya tidak berlaku atau yang lain maka kami tidak melihatnya kafir dengan itu. Wallahu a’lam.”
No comments:
Post a Comment