Wednesday, 12 August 2015

BAHAYANYA PEMIMPIN YANG MUNAFIK.



BAHAYANYA PEMIMPIN YANG MUNAFIK.
Sifat Munafik Dalam Diri Seorang Pemimpin
Sifat munafik adalah sifat yang menampakkan diri sebagai Islam, namun menyimpan kekafiran dalam hatinya. Para sahabat pun berlindung dari sifat munafik karena khuatir terjerumus ke dalamnya. Ibnu Abi Malikah pernah mengatakan, “Aku telah menjumpai tiga puluh shahabat Nabi, seluruhnya takut akan nifak. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengatakan, bahwa dirinya memiliki iman seperti imannya Jibril dan Mikail”.
Allah SWT berfirman sebagai ancaman bagi orang yang munafik,
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأَسْفَلِ مِنْ النَّارِ
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (QS. An-Nisa:145)
Yang jadi pembahasan penulis kali ini adalah sifat munafik yang ada di dalam diri seorang calon pemimpin. Sebuah jawatan yang memiliki risiko tertinggi dalam terjangkit virus munafik.
Rasulullah SAW bersabda,
آية المنافق ثلاث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا اؤتمن خان
“Tanda-tanda orang munafik ada 3, jika berbicara ia berdusta, bila berjanji ia tidak menepati janjinya, dan apabila diberi amanah ia mengkhianatinya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadis di atas, dapat disimpulkan 3 ciri orang munafik, dimana 3 sifat ini, sangat sering dijumpai dalam diri seorang pemimpin.
1. Bicara Dusta
Seorang calon pemimpin yang hanya ingin mencari kekuasaan, tidak segan untuk berdusta agar ia terpilih menjadi pemimpin. Jadilah ia seorang yang mudah menjatuhkan kehormatan saingannya dengan menyebarkan berita dusta. Misalnya ia mengatakan bahwa saingannya telah melakukan sebuah keburukan, padahal sejatinya itu hanyalah kedustaan yang dibuat buat.
2. Tidak Menepati Janji
Ketika ia telah terpilih menjadi seorang pemimpin, maka janji-janji yang dijaja ketika awal pemilihan, mulai dilupakan. Kerana ia hanya ingin mencari jawatan dan kedudukan saja. Sehingga ia mengingkari janji-janji yang telah diucapkan.
3. Mengkhianati Amanah
Menjadi seorang pemimpin adalah amanah. Apabila ia menyia-nyiakan amanah yang telah diberikan, maka ia tergolong orang yang khianat dan dilabelkan pada dirinya terdapat ciri kemunafikan.
Hukum Asal Meminta Jawatan adalah Terlarang
Seorang muslim dilarang meminta jawatan, kerana mendapatkan jawatan bererti mendapatkan amanah, dan hukum asal dalam menunaikan amanah adalah sebuah kewajiban.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abdurrahman bin Samurah,
يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ، لاَ تَسْأَلُ الْإِمَارَةَ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيْتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيْتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا
“Wahai Abdurrahman, janganlah engkau meminta jabatan, jika jabatan diberikan sedang kamu tak memintanya, maka engkau akan ditolong. Tapi jika engkau diberi jabatan karena memintanya, maka engkau tidak akan ditolong” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Orang yang meminta jawatan, maka Allah akan tidak akan menolongnya. Sebaliknya jika ia diberi jawatan padahal ia tidak memintanya, maka Allah akan menolongnya. Oleh kerana itu, sepatutnya seorang muslim berlindung diri dari bahaya sifat munafik, terlebih lagi bagi ia yang sedang memangku jawatan sebagai pemimpin.

No comments:

Post a Comment