7 cara untuk menghadapi fitnah
Adalah sunatullah bahwa akan ada terus rekayasa untuk mengkerdilkan dakwah. Namun yang penting adalah bagaimana kemampuan kita untuk membuktikan dengan kerja nyata.
Sebagai dai dan daiyah diperintahkan oleh Allah SWT jika menghadapi sesuatu yang sulit, yang menghimpit, cepat kembali kepada Allah (fafirruu ilallah..). Kemudian selesaikan dengan mentadabburi konsep Allah. “Afala yatadabbarunal Qur’an am ‘ala quluubin aqfaluha.”
Dari tadabur ayat-ayat Allah ini, maka dalam menghadapi berbagai masalah, ancaman dan makar, maka kita harus memiliki bekalan-bekalan yakni:
(1) Atsbatu mauqifan (menjadi orang yang paling teguh pendirian/paling kokoh sikapnya)
At-Tsabat (keteguhan) adalah tsamratus shabr (buah dari kesabaran). Sebagaimana firman Allah, "Famaa wahanuu lima ashobahum fii sabiilillahi waaa dhoufu wamastakanuu…" yang artinya: “…mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah. Allah menyukai orang-orang yang sabar…” (3:146)
Keteguhan itu membuat kita tenang, rasional, obyektif dan mendatangkan kepercayaan Allah untuk memberikan kemenangan kepada kita. Keteguhan sikap kadang-kadang menimbulkan kekerasan oleh karenanya perlu diimbangi dengan yang kedua.
(2) Arhabu shadran (paling berlapang dada)
Bukan paling banyak mengelus dada. Silakan bicara tetapi silakan buktikan. Jika tidak ada lapang dada akan timbul kekakuan.
(3) A’maqu fikran (pemikiran yang mendalam)
Mendalami apa yang terjadi. Jangan terlarut pada fenomena, tetapi lihatlah ada apa di balik fenomena tersebut. Ketika kita merespon pun akan objektif. Respon-respon kita objektif, terukur, mutawazin (seimbang). Pemikiran yang mendalam kadang-kadang membuat kita terjebak pada hal yang sektoral, maka harus segera diimbangi pula dengan yang bekal keempat:
(4) Ausa’u nazharan (pandangan yang luas)
Temuan sektoral perlu dicari.
(5) Ansyathu amalan (paling giat dalam bekerja)
Sambil merespon sesuai dengan kebutuhan tetap kita harus giat bekerja. Orang-orang tertentu saja yang menangani, selebihnya harus terus bergerak dalam kerangka amal jamai. Energi kita harus prioritas untuk membangun negeri. Bekerja untuk Indonesia di segala sektor, struktur sampai tingkat desa, dan kader-kader yang mendapat amanah di pemerintahan. Fokuskan semua bekerja.
(6) Ashlabu tanzhiman (paling kokoh strukturnya)
Kita jamaah manusia, ada kekurangan, ada kesalahan. Kita harus rajin membersihkannya. Seorang muslim ibarat orang yang tinggal di pinggir sungai dan mandi lima kali sehari. Jika sudah begitu, pertanyaannya: “Masih adakah daki-daki kita?”
Allah berfirman “wa qul jaal haq wa zahaqal bathil”. Secara fitrah jika al Haq muncul, maka kebatilan akan lenyap, oleh karena itu teruslah hadirkan al Haq dan mobilisir potensi kebaikan. Jika kita lengah mendzohirkan al-haq maka kebatilan yang tadinya marjinal akan tampil dan al-haq terbengkalai. Hidup berjamaah adalah untuk memobilisir potensi-potensi kebaikan.
(7) Aktsaru naf’an (paling banyak manfaatnya)
Khoirunnas anfa’uhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain. Buktikan bahwa jamaah ini banyak manfaatnya sehingga berhak mendatangkan pertolongan Allah dan pertolongan kaum Mukminin.
Jika tujuh hal itu dilakukan untuk menghadapi tantangan dan rekayasa, insya Allah dakwah ini akan semakin kokoh dan semakin diterima untuk menghadirkan kebajikan-kebajikan yang diharapkan oleh seluruh bangsa.
No comments:
Post a Comment