ALIRAN KHAWARIJ DAN PERKEMBANGANNYA
A. Pengertian Khawarij
Secara etimologi kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, mucul, timbul atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.[1]
Adapun khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang siffin pada tahun 37 H/657 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.[2]
B. Sejarah lahirnya Khawarij
Sebenarnya awal mula kemunculan pemikiran khawarij, bermula pada saat masa Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW membagi-bagikan harta rampasan perang di desa Ju’ronah (pasca perang Hunain) beliau memberikan seratus ekor unta kepada Aqra’ bin Habis dan Uyainah bin Harits. Beliau juga memberikan kepada beberapa orang dari tokoh quraisy dan pemuka-pemuka arab lebih banyak dari yang diberikan kepada yang lainnya. Melihat hal ini, seseorang (yang disebut Dzul Khuwaisirah) Berkata: “Demi Allah ini adalah pembagian yang tidak adil dan tidak mengharapkan wajah Allah”. Atau dalam riwayat lain dia mengatakan kepada Rasulullah SAW: “Berbuat adillah, karena sesungguhnya engkau belum berbuat adil!”.[3]
Sungguh, kalimat tersebut bagaikan petir di siang bolong. Pada masa generasi terbaik dan di hadapan manusia terbaik pula, ada seorang yang berani berbuat lancang dan menuduh bahwa Rasulullah SAW tidak berbuat adil. Mendengar ucapan ini Rasulullah SAW dengan wajah yang memerah bersabda:
“Siapakah yang akan berbuat adil jika Allah dan rasul-Nya tidak berbuat adil? Semoga Allah merahmati Musa. Dia disakiti lebih dari pada ini, namun dia bersabar.” (HR. Bukhari Muslim)[4]
Saat itu Umar bin Khathab r.a meminta izin untuk membunuhnya, namun Rasulullah SAW melarangnya. Beliau mengabarkan akan munculnya dari turunan orang ini kaum reaksioner (khawarij) sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikutnya:
“Sesungguhnya orang ini dan para pengikutnya, salah seorang di antara kalian akan merasa kalah shalatnya dibandingkan dengan shalat mereka; puasanya dengan puasa mereka; mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari buruannya.” (HR. al-Ajurri, Lihat asy-Syari’ah, hal. 33)[5]
Demikianlah Rasulullah SAW mensinyalir akan munculnya generasi semisal Dzul Khuwaisirah (sang munafiq). Yaitu suatu kaum yang tidak pernah puas dengan penguasa manapun, menentang penguasanya walaupun sebaik Rasulullah SAW.
Dikatakan oleh Rasulullah SAW bahwa mereka akan keluar dari agama ini seperti keluarnya anak panah dari buruannya. Yaitu masuk dari satu sisi dan keluar dari sisi yang lain dengan tidak terlihat bekas-bekas darah maupun kotorannya, padahal ia telah melewati darah dan kotoran hewan buruan tersebut.[6]
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa mereka adalah orang-orang yang bagus bacaan al-Qur’annya, namun ia tidak mengambil faedah dari apa yang mereka baca.
“Sesungguhnya sepeninggalku akan ada dari kaumku, orang yang membaca al-Qur’an tapi tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka akan keluar dari Islam ini sebagaimana keluarnya anak panah dari buruannya. Kemudian mereka tidak akan kembali padanya. Mereka adalah sejelek-jelek makhluk.” (HR. Muslim). [7]
Madzhab Khawarij baru muncul bersamaan dengan madzhab Syiah. Masing-masing muncul sebagai madzhab pada masa pemerintahan Khalifah Ali Ibn Abi Thalib.[8]
Madzhab Khawarij untuk pertama kali muncul di kalangan tentara Ali ketika peperangan memuncak antara pasukan Ali dan pasukan Mu’awiyah. Ketika merasa terdesak oleh pasukan Ali, Mu’awiyah merencanakan untuk mundur, tetapi kemudian terbantu dengan munculnya pemikiran untuk melakukan tahkim. Tentara Mu’awiyah mengacung-acungkan al-Qur’an agar mereka ber-tahkim dengan al-Qur’an. Namun, Ali tetap melanjutkan peperangan sampai ada yang kalah dan menang, maka keluarlah sekelompok orang dari pasukan Ali yang menuntut agar ia menerima usulan tahkim.[9]
Dengan terpaksa Ali menerima usulan itu. Kedua belah pihak sepakat untuk mengangkat seorang hakam dari masing-masing. Mu’awiyah memilih Amr Ibn Al-Ash. Sementara itu, Ali pada mulanya hendak mengangkat Abdullah ibn Abbas, tetapi atas desakan pasukannya yang keluar itu, akhirnya mengangkat Abu Musa Al-ASy’ari. Upaya tahkim akhirnya berakhir dengan suatu keputusan, yaitu menurunkan Ali dari jabatan Khalifah dan mengukuhkan Mu’awiyah menjadi penggantinya. Hasil tahkim ini lebih menguntungkan para pendukung pemberontak yang dipimpin Mu’awiyah.[10]
Anehnya, kelompok yang semula memaksa Ali untuk menerima tahkim dan menunjuk orang yang menjadi hakim atas pilihan mereka itu, belakangan memandang perbuatan tahkim sebagai kejahatan besar. Kemudian mereka menuntut Ali agar bertaubat karena dipandang telah berbuat dosa besar. Menurut mereka, Ali yang menyetujui untuk bertahkim berarti telah menjadi kafir, sebagaimana mereka juga telah menjadi kafir, tetapi kemudian bertaubat. Pandangan kelompok ini kemudian diikuti oleh orang-orang Arab pegunungan. Semboyan mereka yang terkenal adalah ,”tidak ada hukum kecuali hukum Allah”. Mereka kemudian memerangi Ali, setelah terlebih dahulu berdialog dengan Ali, kemudian mengukuhkan Pendapatnya.[11]
Demikian watak dasar kelompok ini, yaitu keras kepala dan dikenal kelompok paling keras memegang teguh prinsipnya. Inilah yang sebenarnya menjadi penyabab utama lahirnya kelompok ini. Khawarij adalah kelompok yang didalamnya dibentuk oleh mayoritas orang-orang Arab pedalaman (a’râbu al-bâdiyah). Mereka cenderung primitive, tradisional dan kebanyakan dari golongan ekonomi rendah, namun keadaan ekonomi yang dibawah standar tidak mendorong mereka untuk meningkatkan pendapatan. Ada sifat lain yang sangat kontradiksi dengan sifat sebelumnya, yaitu kesederhanaan dan keikhlasan dalam memperjuangkan prinsip dasar kelompoknya.[12]
Walaupun keikhlasan itu ditutupi keberpihakan dan fanatisme buta. Dengan komposisi seperti itu, kelompok ini cenderung sempit wawasan dan keras pendirian. Prinsip dasar bahwa “tidak ada hukum, kecuali hukum Tuhan” mereka tafsirkan secara dzohir saja.[13]
Beberapa prinsip Aliran-aliran Khawarij
Prinsip-prinsip yang disepakati aliran-aliran Khawarij, yaitu:
Pertama, dan ini yang paling tegas, adalah pengangkatan khalifah akan sah hanya jika berdasarkan pemilihan yang benar-benar bebas dan dilakukan oleh semua umat Islam tanpa diskriminasi. Seorang Khalifah tetap pada jabatannya selama ia berlaku adil, melaksanakan Syari’at, serta jauh dari kesalahan dan penyelewengan. Jika ia menyimpang, ia wajib dijatuhkan dari jabatannya atau dibunuh.
Kedua, jabatan Khalifah bukan hak khusus keluarga Arab tertentu, bukan monopoli suku Quraisy sebagaimana dianut golongan lain, bukan pula khusus untuk orang Arab dengan menafikan bangsa lain, melainkan semua bangsa mempunyai hak yang sama. Khawarij bahkan mengutamakan non-Quraisy untuk memegang jabatan Khalifah.
Ketiga, yang berasal dari aliran Najdah, pengangkatan Khalifah tidak diperlukan jika masyarakat dapat menyelesaikan masalah-masalah mereka.jika masyarakat berpendapat bahwa masalah mereka tidak dapat diselesaikan dengan tuntas tanpa seorang imam (khalifah) yang dapat membimbing masyarakat ke jalan yang benar, maka ia boleh di angkat.
Keempat, orang yang berdosa adalah kafir. Mereka tidak membedakan antara satu dosa dengan dosa yang lain, bahkan kesalahan dalam berpendapat merupakan dosa, jika pendapat itu bertentangan.[14]
C. Ide-ide Pemikiran aliran Khawarij
a. Menganggap kafir orang-orang yang berseberangan dengan mereka, terutama yang terlibat dalam Perang Shiffin. Karenanya, tidak ada istilah damai untuk penentang Khawarij, mengingat yang dimaksud ishlah dalam QS. Al-Hujurat: 9 adalah sesama orang Islam, tidak dengan orang kafir.
b. Orang Islam yang berbuat dosa besar, seperti berzina dan pembunuh adalah kafir dan selamanya masuk neraka.
c. Hak khilafah tidak harus dari kerabat nabi atau suku Quraisy khususnya, dan orang Arab umumnya. Seorang khalifah harus dipilih oleh kaum Muslimin melalui pemilihan yang bebas. Khalifah yang taat kepada Tuhan wajib ditaati. Sebaliknya, khalifah yang mengingkari Tuhan dan umat yang durhaka kepada khilafah yang wajib ditaati, boleh diperangi dan dibunuh.
d. Orang musyrik adalah yang melakukan dosa besar, tidak sepaham dengan mereka, atau orang yang sepaham tetapi tidak ikut hijrah dan berperang bersama mereka. Orang musyrik itu halal darahnya. Nasib mereka bersama anak-anaknya akan kekal di neraka.
e. Mereka menganggap bahwa hanya daerahnya yang disebut dar al-Islam, dan daerah orang yang melawan mereka adalah dar al-harb. Karenanya, orang yang tinggal dalam wilayah dar al-harb, baik anak-anak maupun wanita, boleh dibunuh.
f. Ajaran agama yang harus diketahui hanya ada dua, yakni mengetahui Allah dan rasul-Nya. Selain dua hal itu tidak wajib diketahui.
g. Melakukan taqiyyah (menyembunyikan keyakinan demi keselamatan diri), baik secara lisan maupun perbuatan adalah dibolehkan bila keselamatan diri mereka terancam.
h. Dosa kecil yang dilakukan secara terus menerus akan berubah menjadi dosa besar dan pelakunya menjadi musyrik.
i. Imam dan khilafah bukanlah suatu keniscayaan. Tanpa imam dan khilafah, kaum muslimin bisa hidup dalam kebenaran dengan cara saling menasihati dalam hal kebenaran.[15]
D. Aliran-aliran Khawarij
Kaum khawarij terpecah belah menjadi beberapa golongan/aliran, diantaranya yaitu:
a. Azariqah
Aliran ini dipimpin oleh Nafi’ ibn al-Azraq yang berasal dari bani hanifah. Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi’ sendiri dan kepadanya mereka beri gelar Amir al-Mu’minin. Mereka merupakan pendukung terkuat madzhab Khawarij yang paling banyak anggotanya dan paling terkemuka di antara semua aliran madzhab ini. Daerah kekuasaan mereka terletak di perbatasan Irak dengan Iran.[16]
Prinsip yang membedakan aliran Azariqah dari aliran lain adalah:
1) Mereka memandang orang yang berbeda pendapat dengan mereka tidak hanya bukan mu’min, tetapi juga musyrik, kekal dineraka serta halal diperangi dan dibunuh.
2) Mereka berpendapat bahwa anak-anak dari orang yang berbeda paham dengan Azariqah adalah kekal dineraka.
3) Dalam bidang fiqh, mereka tidak mengakui adanya hokum rajam. Alas an mereka, dalam al-Qur’an tidak ditemukan hukuman bagi pelaku zina kecuali hokum jild (cambuk seratus kali); tidak pula dikenal dalam Sunnah Nabi.[17]
Menurut paham yang ekstrim ini hanya merekalah yang sebenarnya orang islam. Orang islam yang di luar lingkungan mereka adalah kaum musyrik yang harus diperangi. Oleh karena itu kaum al-Azariqah, sebagai disebut Ibn Al-Hazm, selalu mengadakan isti’rad yaitu bertanya tentang pendapat atau keyakinan seseorang. Siapa saja yang mereka jumpai dan mengaku orang islam yang tak termasuk dalam golongan al-Azariqah, mereka dibunuh.[18]
b. Al-Muhakkimah
Golongan khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali, disebut golongan al-Muhakkimah. Bagi mereka, Ali, Mu’awiyah, kedua pengantara Amr Ibn al-Ash dan Abu Musa al-Asy’ari dan semua orang yang menyetujui arbitrase bersalah dan menjadi kafir. Selanjutnya hukum kafir ini mereka luaskan artinya sehingga termasuk ke dalamnya tiap orang yang berbuat dosa besar.[19]
Berbuat zina dipandang sebagai salah satu dosa besar, maka menurut paham golongan ini orang yang mengerjakan zina telah menjadi kafir dan keluar dari islam. Begitu pula membunuh sesama manusia tanpa sebab yang sah adalah dosa besar.[20]
c. Najdah
Sekte ini dinamakan al-Najdah karena dinisbatkan kepada pimpinan terpilihnya, yaitu Najdah Ibn ‘Amir al-Hanafi dari Yamamah di Arabia Tengah. Terpilihnya Najdah sebagai pemimpin sekte ini tidak terlepas dari sumbangan Abu Fudaik dan kawan-kawannya yang pada awalnya adalah pengikut al-Azraq dari sekte al-Zariqah juga. Para pendiri sekte ini pergi meninggalkan al-Zariqah disebabkan karena mereka tidak dapat menerima beberapa ajaran yang ekstrem dari al-Zariqah. Di antaranya tentang orang yang tidak mau berhijrah ke lingkungan al-Zariqah adalah musyrik. Dan ajaran yang membolehkan membunuh anak dan isteri orang-orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka.[21]
Bagi mereka orang yang tidak secara aktif mendukung mereka tidaklah dianggap kafir, tetapi hanya sekedar munafik. Mereka memberikan wewenang kepada anggotanya untuk hidup di wilayah lain, sekalipun di luar wilayah kekuasaan Khawarij. Mereka membolehkan anggotanya untuk melakukan taqiyah (yaitu suatu sikap yang menyembunyikan pandangan ke-Najdahannya).[22]
Penganut aliran Najdah berpendapat bahwa mengangkat imam bukan wajib karena syari’at telah menggariskannya, tetapi karena kemaslahatan. Dengan kata lain, jika kaum muslimin telah dapat saling mengingatkan tentang kebenaran dan melaksanakannya, maka mereka tidak membutuhkan adanya imam (khalifah).[23]
d. Shafriyyah
Penamaan sekte ini juga dinisbatkan kepada tokoh utamanya, yaitu Zaid Ibn al-Asfar. Aliran ini juga dianggap ekstrem seperti al-Zariqah. Di antara pendapat-pendapat mereka juga ada yang terkesan lebih lunak terutama untuk hal-hal berikut ini:
1) Orang Sufriah yang tidak berhijrah tidaklah dipandang kafir.
2) Mereka tidak sependapat dengan pendapat yang boleh membunuh anak-anak orang kafir (musrik).
3) Mereka membagi dosa besar menjadi dua, yaitu:
a) Dosa besar yang ada sangsinya di dunia seperti berzina, membunuh, dan mencuri.
b) Dosa besar yang tidak ada sangsinya di dunia seperti meninggalkan shalat dan puasa.
4) Cakupan dar al-harb (daerah yang harus diperangi) juga dibatasi.
5) Kufr tidaklah selamanya keluar dari agama Islam.
6) Taqiyah hanya boleh dalam bentuk perkataan dan tidak dalam bentuk perbuatan.
7) Untuk keamanan diri, seorang wanita muslim boleh kawin dengan satu lelaki kafir, di daerah bukan Islam.[24]
e. Ajaridah
Aliran ini dipimpin oleh Abdul Karim ibn Ajrad, salah seorang pengikut Athiyyah ibn al-Aswad al- Hanafi yang keluar dari aliran Najdah bersama beberapa pengikutnya dan pergi ke Sijistan. Karena mereka merupakan pecahan dari aliran Najdah, maka banyak paham mereka yang berdekatan dengan paham aliran Najdah.[25]
Diantara pendapat mereka ialah boleh mengangkat seseorang menjadi pemimpin jika diketahui bahwa orang tersebut adalah penganut Khawarij yang bertakwa walaupun ia tidak turut perang. Dalam hal ini pandangan mereka berbeda dengan pandangan aliran Azariqah yang mewajibkan jihad secara terus menerus. Menurut mereka berhijrah hanya merupakan kebajikan. [26]
Selanjutnya kaum Ajaridah ini mempunyai paham puritanisme. Surat Yusuf dalam al-Qur’an membawa cerita cinta dan al-Qur’an, sebagai kitab suci, kata mereka, tidak mungkin mengandung cerita cinta. Oleh karena itu mereka tidak mengakui surat Yusuf sebagai bagian dari al-Qur’an.[27]
Sebagai golongan Khawarij lain, golongan Ajaridah ini juga terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil, ini disebabkan adanya perbedaan pendapat disekitar masalah daya yang terdapat didalam diri manusia dan masalah status anak-anak dari orang yang berbeda paham dengan mereka. Perdebatan yang terjadi diantara mereka biasanya bermula dari hal-hal kecil, kemudian meluas kepada masalah-masalah yang lebih besar, dan akhirnya menimbulkan perpecahan ke dalam banyak kelompok. Diantara mereka, yaitu golongan al-Maimuniah, menganut paham qadariyah. Bagi mereka semua perbuatan manusia, baik dan buruk, timbul dari kemauan dan kekuasaan manusia sendiri. Golongan al-Hamziah juga mempunyai paham yang sama. Tetapi golongan al-Syu’aibiah dan al-Hazimiah menganut paham sebaliknya. Bagi mereka tuhanlah yang yang menimbulkan perbuatan-perbuatan manusia. Manusia tidak dapat menentang kehendak Allah. [28]
f. Ibadhiyyah
Sekte ini juga dinisbatkan kepada pimpinannya, yaitu ‘Abdullah Ibn Ibad. Sebelumnya, Ibn Ibad adalah pengikut al-Zariqah. Karena tidak bisa menerima pendapat-pendapat ekstrem al-Zariqah, maka ia kemudian memisahkan diri dari kelompok ekstrem itu.[29]
Aliran Ibadhiyyah merupakan penganut paham khawarij yang paling moderat, adil dan luwes.[30]
Sebagian pendapat fiqh mereka diadopsi oleh perundang-undangan Mesir, khususnya dalam masalah kewarisan, yaitu tentang pewarisan karena memerdekakan seseorang.
Beberapa pendapat mereka yang menonjol ialah:
1) Orang yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukanlah musrik, tetapi kafir, yaitu kafir akan nikmat, bukan kafir dalam keyakinan, karena orang tersebut tidak mengingkari adanya Allah, tetapi hanya lengah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2) Daerah orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah dar al-harb, tetapi tetap dar al-tauhid.
3) Pelaku dosa besar masih tetap muwahhid, yaitu orang yang meng-Esa-kan Tuhan.
4) Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda, senjata, dan perlengkapan perang lainnya.[31]
g. Aliran-aliran yang dipandang keluar dari Islam
· Yazidiyah
Aliran ini semula adalah pengikut aliran al-Ibadiah, tetapi kemudian berpendapat bahwa Allah akan mengutus seorang rasul dari kalangan luar Arab yang akan diberi kitab yang akan menggantikan syari’at Muhammad.[32]
· Maimuniyah
Aliran ini dipimpin oleh Maimun al-Ajradi. Aliran ini membolehkan seseorang menikahi cucu-cucu perempuan dari anak laki-laki dan anak perempuan dari saudara laki-laki dan saudara perempuan. Mereka juga mengingkari surat Yusuf dalam al-Qur’an dan tidak mengakuinya sebagai bagian dari al-Qur’an, karena menurut mereka surah itu berisi kisah porno, sehingga tidak pantas dinisbahkan kepada Allah. Dengan pendapat itu mereka sebenarnya telah mencela Allah karena keyakinan mereka yang salah.[33]
Sifat‑sifat Khawarij
1. Mencela dan Menyesatkan
Orang‑orang Khawarij sangat mudah mencela dan menganggap sesat Muslim lain, bahkan Rasul saw. sendiri dianggap tidak adil dalam pembagian ghanimah. Kalau terhadap Rasul sebagai pemimpin umat berani berkata sekasar itu, apalagi terhadap Muslim yang lainnya, tentu dengan mudahnya mereka menganggap kafir. Mereka mengkafirkan Ali, Muawiyah, dan sahabat yang lain. Fenomena ini sekarang banyak bermunculan. Efek dari mudahnya mereka saling mengkafirkan adalah kelompok mereka mudah pecah disebabkan kesalahan kecil yang mereka perbuat.
2. Buruk Sangka
Fenomena sejarah membuktikan bahwa orang‑orang Khawarij adalah kaum yang paling mudah berburuk sangka. Mereka berburuk sangka kepada Rasulullah saw. bahwa beliau tidak adil dalam pembagian ghanimah, bahkan menuduh Rasulullah saw. tidak mencari ridha Allah. Mereka tidak cukup sabar menanyakan cara dan tujuan Rasulullah saw. melebihkan pembesar‑pembesar dibanding yang lainnya. Padahal itu dilakukan Rasulullah saw. dalam rangka dakwah dan ta’liful qulub. Mereka juga menuduh Utsman sebagai nepotis dan menuduh Ali tidak mempunyai visi kepemimpinan yang jelas.
3. Berlebih‑lebihan dalam ibadah
Ini dibuktikan oleh kesaksian Ibnu Abbas. Mereka adalah orang yang sangat sederhana, pakaian mereka sampai terlihat serat‑seratnya karena cuma satu dan sering dicuci, muka mereka pucat karena jarang tidur malam, jidat mereka hitam karena lama dalam sujud, tangan dan kaki mereka ‘kapalan’. Mereka disebut quro’ karena bacaan Al-Qur’annya bagus dan lama. Bahkan Rasulullah saw. sendiri membandingkan ibadah orang‑orang Khawarij dengan sahabat yang lainnya, termasuk Umar bin Khattab, masih tidak ada apa‑apanya, apalagi kalau dibandingkan dengan kita. Ini menunjukkan betapa sangat berlebih‑lebihannya ibadah mereka.
4. Keras terhadap sesama Muslim dan memudahkan yang lain
Hadits Rasulullah saw. menyebutkan bahwa mereka mudah membunuh orang Islam, tetapi membiarkan penyembah berhala.
Ada suatu peristiwa pada saat mereka di kebun kurma dan ada satu biji kurma yang jatuh kemudian salah seorang dari mereka memakannya, tetapi setelah yang lain mengingatkan bahwa kurma itu bukan miliknya, langsung saja orang itu memuntahkan kurma yang dimakannya. Dan ketika mereka di Kuffah melihat babi langsung mereka bunuh, tapi setelah diingatkan bahwa babi itu milik orang kafir ahli dzimmah, langsung saja yang membunuh babi tadi mencari orang yang mempunyai babi tersebut, meminta maaf dan membayar tebusan.
5. Sedikit pengalamannya
Hal ini digambarkan dalam hadits bahwa orang‑orang Khawarij umurnya masih muda‑muda yang hanya mempunyai bekal semangat.
6. Sedikit pemahamannya
Disebutkan dalam hadits dengan sebutan Sufahaa-ul ahlaam (orang bodoh), berdakwah pada manusia untuk mengamalkan Al‑Qur’an dan kembali padanya, tetapi mereka sendiri tidak mengamalkannya dan tidak memahaminya. Merasa bahwa Al‑Qur’an akan menolongnya di akhirat, padahal sebaliknya akan membahayakannya.
7. Nilai Khawarij
Orang‑orang Khawarij keluar dari Islam sebagaimana yang disebutkan Rasulullah saw., “Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah keluar dari busurnya.”
8. Fenomena Khawarij
Mereka akan senantiasa ada sampai hari kiamat. “Mereka akan senantiasa keluar sampai yang terakhir keluar bersama Al‑Masih Ad‑Dajjal”
9. Kedudukan Khawarij
Kedudukan mereka sangat rendah. Di dunia disebut sebagai seburuk-buruk makhluk dan di akhirat disebut sebagai anjing neraka.[34]
Ibroh (Pelajaran) yang dapat di ambil:
1. Berhati‑hati supaya tidak terjatuh pada Khawarijisme
Secara sosial politik Khawarij bisa muncul kapan saja. Kemunculan pertama Khawarij dimulai dari ketidakpercayaan (‘adamuts tsiqah) sebagian mereka kepada pemimpin kaum Muslimin, yaitu Utsman bin Affan yang mereka anggap tidak adil, nepotisme, dan mengangkat orang‑orang dekatnya. Ditambah ada sosok lain yang tidak suka dengan Islam, yaitu Abdullah bin Saba, yang sangat besar pengaruhnya dalam memecah belah umat Islam. Melihat sejarah awal munculnya Khawarij, sekarang ini fenomena itu tampaknya ada.
2. Bertaubat jika sudah terjatuh
Sejarah pun telah membuktikan banyak umat Islam yang sudah terjatuh pada fitnah Khawarijisme. Di Mesir pada tahun 60‑an banyak kelompok yang keluar dari jama’ah yang benar dan menuduh pemimpinnya lemah, bahkan menuduh sesama muslim sebagai kafir. Untuk menghadapi orang‑orang yang sudah terjatuh pada Khawarij minimal dibutuhkan tiga cara: (1) memilih orang yang cocok untuk menghadapi mereka, (2) cara yang benar, (3) memeranginya jika diperlukan.
3. Mensyukuri pemahaman yang benar
Kalau kita melihat betapa orang yang ibadahnya sangat rajin, pandai bahasa Arab, masih bisa salah dalam memahami Islam bahkan dicap oleh Rasul sebagai anjingnya ahli neraka, ini menunjukkan betapa besarnya nikmat pemahaman yang benar yang diberikan Allah pada kita.[35]
Keistimewaan Khawarij
Orang-orang Khawarij mempunyai keikhlasan yang sempurna terhadap akidahnya. Mereka keras sekali beribadat dan teguh benar-benar mempertahankan sifat kebenaran dan kesetiaan serta berlepas diri dari orang-orang yang berdusta dan mengerjakan maksiat yang nyata. Dan mereka juga mempunyai keberanian yang luar biasa dalam menghadapi musuh dan berterus terang dalam mempertahankan kebenaran.[36]
E. Aliran Khawarij Pada saat ini
Secara formal, Khawarij sudah tidak ada, tetapi secara substansi paradigma pemikiran dan ciri-ciri alirannya masih hidup dan berkembang hingga sekarang.
Pada masa sekarang, pemberontakan bersenjata dan praktik mengafirkan orang Islam telah terjadi di wilayah Arab bagian timur laut pada peralihan abad ke-19 seperti yang ditulis oleh para cendekiawan Islam: Istilah Khawarij berlaku bagi kelompok yang bersimpang jalan dengan orang-orang Islam dan menganggap mereka sebagai orang-orang kafir, seperti yang terjadi pada zaman sekarang ini dengan para pengikut Ibn ‘Abd al-Wahhâb yang muncul di Najd dan menyerang dua tempat suci umat Islam.[37]
Belakangan ini, beberapa ulama mengritik aliran Wahabi atau “salafî” sebagai kelompok yang secara politik tidak benar. Praktik mengafirkan menjadi ciri utama yang bisa dikenali dari kelompok neo-Khawarij pada masa modern ini. Mereka kelompok yang senang menghantam orang-orang Islam dengan tudingan kafir, bidah, syirik, dan haram, tanpa bukti atau pembenaran selain dari hawa nafsu mereka sendiri, dan tanpa memberikan solusi selain dari sikap tertutup dan kekerasan terhadap siapa pun yang berbeda pendapat dengan mereka.[38]
Mereka sama sekali tidak ragu-ragu menjatuhkan hukuman mati terhadap orang-orang yang mereka tuduh kafir, sehingga mereka benar-benar telah meremehkan kesucian jiwa dan kehormatan saudara-saudara mereka sendiri. Imam al-Nawawî berkata, “Orang-orang ekstrem merupakan kelompok fanatik yang sudah melampaui batas, dalam ucapan maupun perbuatan,” dan “keras pendirian.” Melakukan praktik takfîr terhadap sesama muslim merupakan ciri kelompok Khawarij, entah mereka menyebut diri sebagai kelompok “salafi”, Syiah, atau sufi.[39]
Mereka mencampuradukkan berbagai hal menurut selera mereka, asalkan sesuai dengan kepentingan mereka. Bahkan, mereka tidak memiliki latar belakang ilmu-ilmu keislaman sedikit pun, dan mereka menggunakan ayat-ayat Al-quran mengenai orang-orang kafir keluar dari konteksnya, dan menerapkannya kepada orang-orang Islam. Seperti yang disebutkan sebelumnya, orang-orang Khawarij tidak terbatas pada masa tertentu, tetapi merupakan karakter yang melekat pada kelompok atau orang yang keluar dari batas-batas agama, dengan menuduh orang Islam sebagai kafir.[40]
Inilah metode yang dikembangkan oleh kelompok Khawarij, dulu dan kini, dan kemunculan anak-anak muda Khawarij yang menyesatkan itu telah disinggung 1400 tahun yang lalu oleh Nabi Muhammad saw. Kelompok Khawarij dewasa ini terdiri dari para pengikut aliran Wahabi atau “Salafi”. Mereka sangat aktif menyebarluaskan kepalsuan ajaran mereka dengan propaganda besar-besaran, melalui ceramah di masjid, internet, televisi, atau penyebarluasan video, koran, buku, majalah, dan brosur. Sementara itu, mereka menekan dan menyembunyikan kebenaran ajaran-ajaran Islam klasik yang menjadi arus utama umat Islam, dan berkomplot untuk membungkam siapa pun yang menentang sikap ekstrem mereka.[41]
No comments:
Post a Comment